Sabtu, 24 Oktober 2015

No need tittle here

It is not easy to keep out dreaming. When believe is a power but you still in the same place, not even move a step.

Dreaming sees really beautiful, wonderful, and powerful. When you were young you would think that you had to dream big, dream brightly. You would have a big power to make it happened. But when you passed the day and everything had happend in your life. That dream will be invisible and you will lose your power because of the things tha you had done in the past.

It changes your dream only for life happily. There is no big dream. There is no power again. After all the things you had done, you just wanna life quite happy for the rest of your life. You just wanna be a kind person for each people.

You will realize that life is not easy as you dream. There are so many reasons come to lose your dream. When you dont have power to do that dream. When you have to let your dream lose for destiny.

Life must go on. Everything wheather sad or happy things has done. All you can do is to better in every peaces of day.

Everyday Is Yesterday

Everyday is yesterday
When my phone was full of your message
Our worthless conversation

Everyday is yesterday
When you always said greeting or good night in japanese

Everyday is yesterday
When I just felt comfort without saying any important things
Without seing each other

Everyday is yesterday
When I coould read your book
And felt the energy of your soul

I feel like there is an empty side of me
When we suddenly stop it
Our crazy conversation

Feel like I am the only one who miss our momment
That momment
When everyday is yesterday

Rabu, 14 Oktober 2015

Sarjana Sia-Sia itu Harta Milik Indonesia

Dewasa ini kesadaran masyarakat terhadap pendidikan semakin meningkat. Terbukti dengan banyaknya sarjana dan semakin menjamurnya sekolah-sekolah, baik tingkat SD, SMP, ataupun SMA dan SMK. Dari negeri sampai swasta. Dari nasional sampai internasional.

Indonesia saat ini memang memiliki pemuda atau usia produktif lebih banyak dibanding golongan lanjut usia dan anak-anak. Hal ini harusnya menjadi kesempatan besar bagi Indonesia untu semakin berkembang. Karena banyaknya pemuda usia produktif berarti kesempatan untuk berkembang semakin banyak dan sangat terbuka lebar. Apabila Indonesia jeli dan mulai menjalankan rencana yang matang dengan sedikit kesabaran, maka sepuluh atau dua puluh tahun lagi Indonesia akan berdiri di atas Jepang dan Amerika. Tidak mungkin? Memang terdengar naïf. Namun kenapa tidak?

Indonesia memiliki semua syarat yang dibutuhkan untuk menjadi sebuah Negara maju. Namun keseriusan pemerintah yang kurang dalam menangani hal tersebut menyebabkan Indonesia masih merangkak dan bahkan berjalan di tempat. Indonesia butuh revolusi industry besar-besaran. Bukan sistem industry dan pendidikan yang seperti Jepang, Amerika, dan Finlandia, tapi industry dan pendidikan yang Indonesia.

Jika Jepang terkenal dengan teori industry kura-kuranya yang terbukti sangat sukses, Amerika yang terkenal dengan teori industry kelincinya yang sudah ampuh menguasai dunia industry sebelum Jepang muncul, atau Korea yang sedang gencar-gencarnya memajukan industrinya dengan sentuhan kebudayaannya, maka Indonesia perlu menciptakan sebuah sistem industry yang sangat Indonesia. Bukan, kura-kura, kelinci atau yang lainnya. Tak hanya dalam bidang industry, revolusi juga perlu dilakuakn di bidang pedidikan. Kenapa disebut revolusi? Karena perubahan untuk menjadi kuat dan bertahan memerlukan waktu lama, bukan satu tahun atau dua tahun, tapi puluhan tahun. Karena itu dibutuhkan kesabaran dan komitmen yang tinggi untuk mewujdkan Negara maju yang layak huni dan ramah.

Pendidikan menjadi factor utama sebelum dilakukannya revolusi industry besar-besaran. Karena berkat pendidikanlah sebuah revolusi tercipta. Pendidikan di Indonesia meang sudah jauh lebih baik dari masa-masa sebelumnya, namun hal ini belum maksimal.

Permasalahan umum yang bukan lagi menjadi rahasia bagi insan berpendidikan adalah sukarnya memperoleh pekerjaan. Padahal berbekal ijazah dari peerguruan tinggi ternama, IPK sangat memuaskan dan jurusan yang penuh perjuangan untuk meluluskan diri. Hingga akhirnya mereka yang unggul memilih mencari pekerjaan di Negara orang lain. Mengabdikan dirinya untuk memperkaya Negari lain. Bukan negerinya  sendiri.

Bekerja merupakan syarat suatu manusia untuk menjadi manusia sewajarnya. Pakah bekerja itu? Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu. Karena itulah mereka yang menyisihkan waktunya menutut ilmu di bangu perkuliahan ingin segera bekerja selepas lulus.

Selain karena ketidakseriusan pemerintah mengatasi masalah-masalah di negeri ini, kesulitan lapangan pekerjaan juga disebabkan karena pribadi pemuda Indonesia itu sendiri yang cenderung malas dan udah menyerah. Secara history Indonesia mengambil pengaruh besar terhadap kehidupan akibat penjajahan Belanda yang terjadi selama ratusan tahun. Itulah kenapa masyarakat bahkan pemuda Indonesia berpikir untuk bekerja dan hanya bekerja.

Jika mereka sulit mencari pekerjaan kenapa tidak membuka lapangan pekerjaan saja? Lebih tepatnya bukan mencari pekerjaan, tapi menciptakan pekerjaan itu sendiri. Bukankah selain bisa memperkerjakan diri sendir juga bisa menyerap pemuda-pemuda lain yang memiliki kesulitan yang saa mengenai lapangan pekerjaan. Ini semua juga dipengaruhi karena kebiasaan penduduk Indonesia menjalani kerja Rodi pada masa penjajahan Belanda. Sehingga yang ada dipikiran mereka adalah bekerja, bekerja, dan bekerja. Hanya segelintir orang yang berani berbisnis, karena berbisnis terkenal penuh resiko.

Selain penyebab dari segi historical, juga dari segi mainset orang-orang Indonesia yang money oriented. Hamper semua orang tua menyekolahkan anaknya dengan harapan akan mendapat pekerjaan yang nyaman dengan penghasilan yang besar sehingga dapat hidup berkecukupann dan tenang. Memang hal ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan, karena setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun hal ini justru menimbulkn masalah lain, yaitu manusia menjadi menghlalkan berbagai cara untuk mendaapatkan kemakmuran duniawi.

Kurangnya pengembangan dan pemberdayaan pemuda jug menjadi factor yang cukup berpengaruh. Karena sebenarnya pemuda ada dalam masa yang produktif, yang apabila dimaksimalkan akan menghasilkan hasil yang luar biasa. Pemuda juga mudah untuk menangkap hal-hal baru. Sehingga kesempatan untuk menguasai suatu bidang tertentu lebih terbuka luas.

Karena kesulitan mencari pekrjaan akhirnya tingkat pengangguran semakin tinggi. Jika tingkat pengangguran sudah semakin tinggi, maka tingkat kejahatan akan sejalan perkembangannya dengan tingkat pengangguran. Dari sisi lain para pelaku kejahatan juga membutuhkan uang untuk melanjutkan hidup, sehingga mereka yang tidak bekerja memilih menjadi pelaku kejahatan.

Ini menjadi tugak kita bersama sebagai warga negara Indonesia. Tugas pemerintah untuk mengapresiasi dan mengembangkan karya par pemuda negeri, memberi fasilitas agar para pemuda dapat brkembang, menegakkan hokum, dan berperan aktif memajukan industry Indonesia. Tugas para pemuda adalah belajar dengan giat, terus mengembangkan diri, memupuk rasa nasionalisme untuk mengabdi pada negeri, berperan aktif dan menciptakan ide-ide baru yang bermanfaat. Tugas orang tua untuk terus memberi pendidikan kepada anak mereka tak hanya pendidikan formal tapi juga pendidikan moral, ikut memupuk rasa cinta negeri atau nasionalisme, memberikan perlindungan dan dukungan aktif. Tugas kami semua masyarakat Indonesia untuk mengawasi berjaannya pemerintahan dan rencana memajukan negeri.

Referensi : 

1. Sumardjo Jakob. Orang Baik Sulit Dicari. 1997. Bandung : Penerbit ITB Bandung

2. Widyahartono Bob. Belajar dari Jepang. 2003. Jakarta : Salemba Empat

Masihkah ada?

Kota, sebuah tempat di mana berbagai hal berkembang, dibahas, dan terus berinovasi. Di mana semua jenis manusia dimuka bumi ini bertemu. Masyarakat kota atau yang sering disebut urban community tidak hanya memiliki perhatian khusus pada pakaian, makanan, dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang kota sudah memandang penggunaan hidup, tidak hanya sekadarnya atau apa adanya, atau yang dalam bahasa mudahnya disebut gengsi.

Masyarakat kota terkenal dengan masyarakatnya yang individualis. Ini terjadi karena mobilitas masyarakat kota sangat tinggi dan juga karena masyarakat kota sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan kemajuan teknologi. Seperti contohnya kini untuk mencuci masyarakat kota tak lagi membutuhkan manusia untuk membantu pekerjaannya tersebut, cukup dengan mesin cuci maka semua pakaian kotor akan dicuci oleh mesin. Kita hanya perlu menunggu beberapa menit. Bahkan jeda waktu menunggu itu pun bisa digunakan untuk melakukan hal lain.

Karena sifat individualis itulah maka masyarakat kota memiliki solidaritas sosial yang sangat rendah. Tak peduli dengan sekitar. Hubungan yang dijalin terhadap sesama manusia bukan lagi merupakan kebutuhan sosial, tetapi bergeser kepada suatu kepentingan. Singkatnya masyarakat kota akan menjalin hubungan apabila hubungan tersebut membawa keuntungan bagi dirinya. Maka tak heran mereka memiliki solidaritas sosial yang sangat rendah. Siapa yang mau repot-repot menolong seorang nenek yang kelelahan membawa tas yang sangat berat di stasiun. Apa yang akan mereka dapatkan jika menolong nenek itu? Mereka justru akan kehilangan waktu untuk menuju kantor. Siapa yang mau repot-repot menyisihkan waktunya membantu seorang kakek yang terjatuh di peron stasiun karena bingung melihat begitu banyaknya manusia yang berjalan sangat cepat, mengejar kereta yang akan berangkat? Mereka justru akan kehilangan uang. Krena keterlambatan mereka sampai di tempat kerja berbuntut potong gaji.

Ironis? Memang seperti itulah masyarakat kota yang katanya berpendidikan tinggi dan berpikiran maju. Yang katanya turut ambil memajukan perekonomian Indonesia. Dalam kasus tersebut saja tak ada masyarakat kota yang peduli, apa lagi pada masyarakat miskin yang begitu banyak bertebaran di seluruh penjuru kota. Kepada pemulung yang ditemuinya di pinggir jalan hanya diberinya tatapan meremehkan atau bahkan menghina, memang ada yang menatap kasihan, tapi hanya sekedar tatapan. Tak ada yang menanyakan sudahkah ia makan, lebih baik mengajaknya makan walau hanya di warteg pinggir jalan, atau bahkan hanya sekedar memberinya senyuman. Bukankah agama mengajarkan bahwa senyum adalah sedekah?

Mobilitas masyarakat perkotaan yang begitu tinggi membuat mereka terburu-buru, menunda waktu sholat untuk yang muslim, atau malah justru meinggalkannya. Kalaupun menunaikan sholat, hanya sekedar menunaikan kewajiban. Membasahi beberapa bagian tubuh dengan air, lalu melakukan gerakan-gerakan dengan sangat cepat, dan berlalu tanpa mengadahkan tagan terlebih dahulu. Lupa untuk berdo’a, meminta kepada yang memberikan hidup sampai saat ini. Apa lagi untuk melaksanakan qiyamul lail? Puasa sunnah? Shodaqoh? Mereka lupa bahwa mereka hidup hanya sementara. Pertanggungjawaban atas pekerjaan dan mencari nafkah tidak akan membantu proses hisab diakhirat nanti. Itupun kalau mereka jujur bekerja, kalau korupsi?

Polemik kehidupan di kota merupakan masalah yang tak kunjug meiliki titik terang. Tak hanya pribadi masyarakatya, tapi juga masalah lain yang mengguung mennunggu untuk diselesaikan. Perkembangan industry diperkotaan sejalan dengan mobilitas masyarakatnya dan sejalan dengan tingkat kejahatannya apabila kota tidak diatasi secara benar.

Namun dari semua itu sungguh masihkah ada orang baik yang menginspirasi, masih ada orang-orng tulus yang mau mebantu, dan orang berani yang mau mengabdi?


Referensi: 

1. Sumardjo Jakob. Orang Baik Sulit Dicari. 1997. Bandung : Penerbit ITB Bandung

2. Drs. Ahmadi Abu. Ilmu Sosial Dasar. 2009. Jakarta : Rineka Cipta