Ketika ditanya apakah anda cinta Indonesia lalu apa jawabannya? Semua orang berkata 'Ya'. Namun saat ditanya apa yang sudah anda lakukan untuk Indonesia, maka sebagian orang akan terdiam, sedikit berpikir, dan tak banyak berakhir dengan senyuman dan gelengan.
Di mana-mana semua orang ramai menyuarakan nasionalisme, apalagi menjelang hari jadi Indonesia Raya yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus. Iklan-iklan ramai berteriak tentang nasionalisme. Di media massa mau pun disosial media. Namun apakah rakyat Indonesia sesungguhnya mengerti bagaimana memaknai nasionalisme itu sendiri.
Nasionalisme akan sejalan dengan sumbangsih, pengabdian untuk negeri tercinta. Dan pengabdian itu datan dari cinta. Pertanyaannya adalah apakah anda mencintai Indonesia? Sudahkah tertanam di dalam hati? Menjadi cinta yang sejati dan mendarah daging?
Jika sudah cinta, lalu apakah sejati dan mendarah daging jika pancasila pun tak hapal, nama-nama pahlawan pun tak tahu, dan lagu-lagu nasional tak hapal bahkan sebagian lagi baru mendengar. Memang hal-hal tersebut sudah kita pelajari sewaktu menuntut ilmu di sekolah dasar. Alasan klasik yang biasa keluar dari mulut pengaku cinta adalah 'lupa'. Sudah lama sekali katanya. Jika sudah lama lalu kenapa? Bukankah hal-hal dasar tersebut harus selalu kita ingat untuk menjaga kecintaan terhadap negeri.
Sebelumnya, apakah yang nasionalisme it sendiri? Nasionalisme menurut KBBI adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Juga kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa. Menurut Ensiklopedi Indonesia, nasionalisme diartikan sebagai sikap politik dan sosial dari kelompok-kelompok suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian, merasakan adanya kesetiaan mendalam terhadap kelompok bangsa itu. Nasionalisme juga dapat diartikan sebagai suatu ikatan antara manusia yang didasarkan atas ikatan kekeluargaan, klan, dan kesukuan.
Nasionalisme perlu untuk selalu dipipuk agar semakin kuat dan kokoh. Apabila nasionalisme telah mendarah daging, maka tahap selanjutnya adalah pengabdian pada negeri. Bentuknya adlah sumbangsih. Sumbangsih dapat diartikan dan diwujudkan melalui berbagai macam cara. Tak harus selalu manjadi pendemo yang mengaku membela kepentingan rakyat, tak perlu menjadi presiden untuk merubah sistem yang carut marut. Sumbangsih dapat dimulai dengan hal yang kecil.
Dengan tidak membuan sampah sembarangan, saling membantu sesama, begotong royong, dan belajar yang tekun bagi pelajar sudah merupakan sumbangsih untuk negeri.
Banyak orang Indonesia yang ingin menetap di luar negeri dengan dalih mendapatkan gaji lebih besar, lebih dihargai, lebih nyaman, sampai alasan lain yang kurang masuk akal. Semuanya berbondong-bondong memuji negara maju dan berlomba mendatangi negara baju. Berfoto dengan landmark mereka dan menjadi bangga. Selalu membanding-bandingkan negeri mereka dengan negeri kita sendiri, Indonesia. Harusnya perasaan yang muncul adalah bagaimana, bukan kenapa. Bagaimana cara mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Bagaimana saya dapat berkontribusi untuk ibu pertiwi.
Namun beberapa orang memiliki alasan nasionalis untuk menetap atau bekerja di negeri orang. Seperti dikutip oleh penulis dari novel populer Nnegeri Van Oranje, "... sumbangsih bisa bermacam-macam bentuknya, ambil contoh, deh, India. Begitu banyak nama-nama India yang mashyur lewat pretasinya di luar negaranya. Mereka mengembangkan pengetahuan dan membangun bisnis di luar India. Mengapa? Karena bila ngotot di dalem negeri, mereka nggak akan berkembang! Lah, nggak ada fasilitasnya! Maka, eksoduslah mereka mencari tantangan mengembangkan isi kepala di luar India. Setelah puluhan tahun bermukim dan menimba sukses di luar, apakah nasionalisme mereka luntur? Tidak! Nah, setelah para perantau itu sukses ternyata mereka kembali untuk menginvestasikan uang dan teknologi yan dikuasinya di berbagai kota di India. Implikasinya? Teknologi berjalan dengan tingkat uan sangat mengagumkan, industri mereka garap, jutaan kesempatan kerja di buka, ekspor meningkat, devisa mengalir. Apakah itu tidak dianggap sebagai bentung sumbangsih untuk Tanah Air? ..."
Kutipan novel tersebut memberi prespektif bawa tak melulu mereka yang menimba ilmu, bekerja, dan mengembangkan kemampuan di luar negeri tak memiliki nasionalisme. Kita ambil contoh Prof B.J. Habibie.
Maka nasionalisme adalah tugas kita semua untuk menumbuhkan, menjaga, dan memeliharanya. Hingga tercipta sumbangsih-sumbangsih bangsa untuk Indonesia yang lebih maju.