Sengketa merek Kopitiam mungkin menjadi salah satu sengketa merek
paling besar di Indonesia. Sengketa ini melibatkan banyak sekali pihak terutama
para pemilik restoran kopitiam atau coffee shop. Kasus ini bermula sejak
dikeluarkannya pengumuman tentang kepemilkan merek KOPITIAM di media massa oleh
Abdul Alex Soelystio. Pada intinya, pengumuman ini memberikan peringatan kepada
anggota-anggota Perhimpunan Pengusaha Kopi Tiam Indonesia (PPKTI) untuk
menurunkan papan merek atau tidak lagi menggunakan merek Kopitiam. Karena Abdul
Alex Soelystio adalah pemegang hak ekslusif yang telah diperolehnya sejak tahun
1996 dan telah diperpanjang kembali pada 2006. Oleh karena itu, pemakaian merek
Kopi tiam ini dapat dikenakan tindak pidana merek.
Karena pengumuman tersebut banyak pemilik restoran kopitiam yang
mengganti namanya, tetapi juga tidak sedikit yang tidak mau menggantinya.
Bahkan ada beberapa pihak terutama pemilik restoran/cafe Kopitiam yang maah
menggugat Menkum HAM sebagai pihak yang mengeluarkan izin merek itu dan juga
menggugat Abdul Alex atas merek Kopitiam.
Salah satunya adalah Pamin Halim, pemilik Kok Tong Kopitiam. Menurutnya, penulisan ‘Kok Tong Kopitiam’ sangat jauh berbeda dengan penulisan merek ‘KOPITIAM’ ala Abdul Alex. Meski berbeda jauh, tetapi MA di tingkat kasasi tetap menyatakan kedai kopi ‘Kok Tong Kopitiam’ memiliki persamaan pada pokoknya dengan kedai kopi ‘KOPITIAM’.
Salah satunya adalah Pamin Halim, pemilik Kok Tong Kopitiam. Menurutnya, penulisan ‘Kok Tong Kopitiam’ sangat jauh berbeda dengan penulisan merek ‘KOPITIAM’ ala Abdul Alex. Meski berbeda jauh, tetapi MA di tingkat kasasi tetap menyatakan kedai kopi ‘Kok Tong Kopitiam’ memiliki persamaan pada pokoknya dengan kedai kopi ‘KOPITIAM’.
Kemudian giliran Phiko Leo Putra sebagai pemilik Lau’s Kopitiam
yang melakukan gugatan ke Alex. Dalam argumennya, Phiko salah satunya merujuk
kepada keputusan Intelectual Poperty Office of Singapore (Kantor HAKI
Singapura) dalam perkara Pasific Rim Industries Inc melawan Valentinin Globe
BV. Dalam pertimbangannya, Dewan Pariwisata Singapura mengakui bahwa bahasa
adalah hidup dan secara konstan berkembang dalam negara yang memiliki ras
sangat banyak seperti Singapura yang kaya akan dengan berbagai bahasa dan
budaya. “Kopitiam diakui sebagai kata lokal baru yang terbentuk dari habungan
dan kombinasi tempat makan yang memiliki kios minum yang menyediakan minuman serta
kedai yang menyediakan makanan,” ujar Dewan Pariwisata Singapura.
Tapi apa daya, gugatan Phiko juga kandas, menyusul nasib Pamin
Halim. Majelis PK yang diketuai Syamsul Ma’arif PdD dengan anggota Prof Dr
Takdir Rahmadi dan Hamdi menyatakan Lau’s Kopitiam memiliki persamaan dengan
KOPITIAM dan mengadili Phiko harus mengganti merek kedainya. Menariknya,
Syamsul dalam putusan Pamin Halim adalah hakim agung yang tidak setuju KOPITIAM
sebagai kata yang bisa diberikan hak ekslusif.
Selain itu masih ada lagi pengusaha kopitiam yang juga melawan
Alex, yaitu QQ Kopitiam. Dan lagi-lagi Alex menang sehingga QQ Kopitiam harus
mengganti namanya dan tidak boleh menggunakan merek Kopitiam lagi, walaupun
sebelumnya QQ Kopitiam sudah menghapus kata Kopitiam dari restoran-restoran
mereka.
Dan satu lagi pihak yang kalah melawan Alex adalah Perhimpunan
Pengusaha Kopi Tiam Indonesia (PPKTI). Pasalnya, majelis hakim memutuskan untuk
tidak menerima gugatan PPKTI dan menerima eksepsi Abdul Alex. Majelis hakim
berpijak pada eksepsi tergugat yang menilai gabungan pengusaha warung Kopi Tiam
tak memiliki ‘legal standing ‘ karena PPKTI hanya dapat menunjukkan akta
pendiriannya yang didirikan pada 3 Mei 2011. Namun, akta ini belum mendapatkan
pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana yang diharuskan oleh
Pasal 1653-1665 KUH Perdata.
Berdasarkan kasus diatas, banyak pihak yang berpendapat bahwa
seharusnya kata KOPITIAM tidak bisa digunakan sebagai sebuah merek karena
merupakan sebuah kata yang generik. Selain itu banyak juga pihak yang menyebut
bahwa Alex terlalu kapitalis dengan mempertahankan merek KOPITIAM eksklusif
untuk dia. Tetapi terlepas dari itu semua, terbukti bahwa perlindungan sebuah
merek sangatlah penting dalam membangun usaha yang sustainable. Memang kita
bisa dengan mudah mengganti merek dagang kita setiap saat. Tetapi perjuangan
yang telah kita lakukan dalam membangun sebuah merek akan jadi sia-sia apabila
kita mengganti merek kita.
Selain itu, dari kasus diatas kita dapat melihat bahwa
perlindungan sebuah merek juga dapat berfungsi secara difensif maupun ofensif.
Dalam kasus ini, Alex dapat menggunakan perlindungan merek Kopitiam secara
ofensif dengan mengalahkan pemilik usaha kopitiam lainnya sehingga Alex dapat
memonopoly merek KOPITIAM. Selanjutnya kami akan berusaha untuk memberikan
conth kasus perlindungan merek yang berfungsi secara Difensif.
Terimakasih telah membaca artikel kami.
Sumber : dari berbagai sumber termasuk detik.com, hukumonline.com,
kompas.com, kontan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar