Minggu, 08 April 2018

Diam

Setelah sebelumnya gue menyadari bahwa yang hilang dari kehidupan gue adalah menulis, gue mulai lagi mencoba merutinkan menulis. Menulis apa pun itu. Mungkin di awal gue akan banyak menulis hal random yang tiba-tiba saja melintas dipikiran gue atau yang sedang gue pikirkan dan resahkan. Seperti saat ini, tiba-tiba saja gue berpikir tentang satu kata berjuta akibat yaitu "DIAM".

Semua orang tidak akan asing lagi dengan kata DIAM. Definisi diam menurutku adalah ketika kita menjadi pendengar yang baik. Kata pepatah diam itu emas. Lirik lagu dari Banda Neira bilang kalau "membisu itu anugerah". Ada apa dengan diam sebenarnya?


Jujur, gue adalah jenis manusia yang lumayan ekstrovert yang otomatis menjadikan gue lebih sering berbicara dari pada mendengar. Yang otomatis pula membuat gue sedikit diam banyak bicara. Kedengarannya sangat negative bukan? Dan sesungguhnya memang iya. Gue akui itu. Tapi tak melulu juga sedikit diam itu buruk.

Sesungguhnya dulu gue adalah manusia introvert. Gue tidak selalu menceritakan semua masalah, kesukaan, keinginan, dan bahkan keresahan gue kepada orang terdekat sekali pun. Sampai pada suatu titik gue  jatuh sakit berturut-turut hingga harus menginap di rumah sakit.

Dulu gue punya beberapa buku harian, tempat gue menulis semua yang tidak bias gue sampaikan. Jangankan kepada teman dekat, untuk menyampaikan kepada orang tua pun rasanya kata-kata itu hanya sampai di tenggorokan. Gue gak pernah berani untuk menyampaikannya. Ada di suatu masa ketika gue hanya bisa menangis sambal menulis. Saat itu gue menjadi manusia yang over thiking, walaupun sampai sekarang sih.

Ketika gue jatuh sakit itulah seseorang  berkata, "Lu pernah mikir ga sih kalau sakit lu ini bukan hanya sakit fisik? Sakit yang ada di badan lo sekarang itu bukan sakit karena lo terlalu capek, gak teratur makan, atau kena virus atau bakteri apalah itu." Gue cuma bisa diam waktu itu. "Emang kenapa?". "Sakit lo ini tuh karena banyak yang gak lu utarakan, gak lu bagi dan ceritakan. Semuanya jadi menumpuk dan gak tau lari ke mana. Akhirnya tubuh lo yang harus mengalah, dari pada lo depresi. Cobalah lo sedikit berbagi dan terbuka."

Selepas seseorang itu bicara seperti itu, gue mulai membuka diri gue. Mulai dari membicarakan hal-hal ringan dengan teman dekat. Berani memberikan sedikit pendapat dan diskusi tentang hidup. Dan akhirnya sampai kepada titik gue menjadi orang yang ekstrovert seperti sekarang. Positifnya gue menjadi tidak pernah lagi tumbang, banyak mendapat teman dan lebih berani, percaya diri. Tapi negatifnya sedikit lebih banyak dari positifnya. Gue jadi gak peka, mudah menyakiti orang lain, kehilangan kemampuan memaknai momen-momen yang terjadi dalam hidup, menjadi egois, dan tidak bisa lagi menjadi pendengar yang baik.

Di titik ini gue mulai berpikir lagi untuk menjadi lebih introvert, atau mungkin lebih baik gue ambivert saja. Gue baru sadar bahwa yang gue dapatkan dan lakukan saat ini adalah akibat dari hilangnya diam gue. Gue ingin diam itu kembali lagi. Gue ingin kembali meresapi sepi. Kata Banda Neira "Sepi itu indah". Gue ingin lagi menjadi pendengar dan yang selalu memperhatikan. Gue ingin lebih menjadi diam. Agar Allah menjadi lebih dekat lagi dengan gue. Dengan diam gue bisa berpikir lebih banyak.

Terkadang dalam beberapa waktu gue menyadari bahwa apa yang gue ucapkan sebaiknya tetaplah menjadi diam, tak perlu diucapkan. Terkadang gue menyadari bahwa gue terlalu banyak berbicara, terlalu mendominasi pembicaraan. Gue tidak berpikir bahwa orang akan bosan dengan gue. Terkadang gue akhirnya lupa bahwa orang lain dan diri gue juga punya privasi yang membuat seseorang istimewa. Terkadang gue menyesal dengan apa yang gue lakukan. Kalau gue tidak ini, itu, ini, itu mungkin tidak akan seperti ini dan itu jadinya. Ya, gue berpikir seperti itu. Gue bahkan berpikir apa yang menyebabkan gue seperti itu, sampai menyesali apa yang gue katakana dan lakukan ketika dipikir kembali.

Alasannya ternyata benar, yaitu karena gue kehilangan DIAM dalam diri gue. Sekarang pertanyaan selanjutnya adalah apakah gue bisa membalikkan DIAM yang dulu hilang.


Ternyata benar kata Banda Neira bahwa, "Sepi itu indah. Percayalah. Membisu itu anugerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar