Jalanan Itu Bernama Kehidupan
Hidup seperti menyusuri jalan. Ada jalan setapak dan ada
jalan besar. Namun semua tak dapat kita pilih. Karena pada hukum alam yang
berlaku, jalan besar akan hadir ketika jalan setapak telah dilalui.
Terkadang dalam perjalanan manusia berfikir. Sanggupkah ia
mengikuti jalan ini sampai akhir? Kenapa tak kunjung tampak jalan besar itu? Jalan
di mana manusia tak harus lagi menggunakan tangannya dengan kasar. Dengan benda
tajam bersiap menyingkirkan jeruju yang mengganggu, terkesan seperti membuka
jalan memang.
Dalam perjalanan manusia menemui banyak hal baru yang
terkadang membuatnya ingin menyerah. Berhenti di tengah perjalanan tanpa tahu
jalannya sudah dekat atau kah masih sangat jauh.
Ada banyak cara melalui jalan itu. Ada yang dengan membawa
seorang teman, sehingga tak kesepian sepanjang jalan. Ada juga yang membawa
berbagai barang sebagai perlengkapnnya. Dan ada juga yang hanya membawa diri. Si
pembawa ini juga akan terbagi lagi menjadi 2 macam. Pembawa diri dan semangat
atau pembawa diri dan rasa pasrah terhadap takdir.
Tapi pada akhirnya manusialah yang menentukan jalannya
sendiri-sendiri. Dengan caranya tersendiri melalui jalan panjang.
Saat ini salah satu manusia di perjalanan itu sedang
merasakan letih yang amat sangat. Merasakan bahwa ini adalah titik terakhir
kekuatan dirinya. Ingin rasanya jiwa itu berteriak memohon agar seseorang datang
membantunya. Namun pada kenyataannya ia hanya melalui jalan ini sendirian.
Jiwanya penuh dengan penat dan peluh. Penat menghadapi semua
jeruju jalanan yang dilaluinya. Dan peluh yang selalu berpasangan dengan sang
letih hasil kerja kerasnya yang tak kunjung tampak. Jiwa manusia itu ingin
sekali berakhir. Berakhir saja sampai perjalannya di sana. Di tengah-tengah
antara jalan besar.
Semoga Tuhan memberikan seseorang yang bisa membantunya
berjalan melewati jalan kehidupan. Hingga jalan besar tampak baginya dan
seseorang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar