"Iya, hanya aku saja yang mencintainya"
Kau tahu seperti apa rasanya ketika kata-kata terucap begitu saja? Hanya satu kalimat memang, namun sangat dalam sakitnya.
Kata-kata itu dimulai ketika 4 tahun lalu dengan seragam putih biru yang kukenakan. Entah angin dari mana hingga tiba-tiba rasa itu datang dan mengubah semua pandanganku tentangmu.
Aku mengenalmu sejak dulu, sudah cukup lama ketika kita sama-sama masih setinggi paha orang dewasa. Itu seingatku.
Ketika itu rasa ini belum ada. Saat itulah aku benar-benar mengenalmu. Namun memang pada dasarnya takdir Tuhan itu seperti sebuah amplop, di mana kita hanya bisa menerka isi suratnya. Dan saat itu lah aku benar-benar salah. Karena ternyata rasa ini berubah menjadi cinta.
Sejak saat itu kamu selalu hadir dalam setiap hariku. Selalu terselip dalam setiap harapan-harapan masa depanku.
Jika dibilang aku menyimpannya sendiri mungkin iya mungkin juga tidak. Kenapa? Karena kau seperti bayangan bagiku. Tampak nyata tapi tak pernah bisa kusentuh. Aku hanya menikmatimu dibalik sinar yang membuatmu nyata. Entah itu sinar mentari atau bulan atau mungkin hanya sinar lampu. Selalu seperti itu.
Hingga tiba ketika hatiku benar-benar hancur. Saat aku tau bahwa bayanganmu tak lagi ada menjelma sebagai bayangan dirimu, namun bayangan orang lain. Kau tahu artinya? itu artinya dirimu tak lagi seutuhnya milikmu!
Saat itu aku mencoba menghilangkan semua ingatan tentangmu. Tentang saat-saat indah yang menyambut masa putih biruku. Tentang betapa tersiksanya hati ini menyimpan semuanya.
Aku mencoba berlari dari dunia ini. Sampai akhirnya aku tersadar bahwa hidupku harus tetap berlanjut. Aku tak ubahnya sebuah pohon yang baru akan berkembang menjadi dewasa. Yang walau di terpa hujan sederas apa pun aku harus tetap hidup. Tumbuh tinggi menjulang. Hingga aku dapat melihat dunia. Membantu permasalahan polus udara dengan daun-daun hijauku.
Dan kau tahu saat itu kau hadir kembali. Membawa secuil air yang seakan mau tak mau memberikannya padaku. Walau akhirnnya kau berikan juga air itu.
Ketika itu aku merasa sejuk yang luar bisa. Sedikit terhibur karenamu. Namun sewaktu kemudian kau dapat berubah. Seperti sebuah angin muson yang tak membawa titik-titik air hujan menyapa pepohonanku. Hanya seperti angin yang menyapa begitu saja.
Hingga kini rasa itu masih ada dan tak memudar sedikit pun. Walau pernah ada seseorang yang mengisi hati ini. Walau aku mencoba melupakanmu. Mencoba menjadi pohon yang tadah hujan. Yang tak menunggu siraman air dari seseorang. Aku tetap tak bisa.
Berulang kali kuterka hatimu. Namun karena pada dasarnya kau itu amplop dari Tuhan untukku, aku tak bisa tahu yang sebenarnya tentangku di dalam amplop dirimu itu. Mungkin Tuhan belum mengizinkanku membukanya.
Aku hanya berharap suatu hari amplop itu terbuka dan tertulis namaku di dalamnya. Hingga tak ada lagi rasa harap-harap cemas yang kurasakan. Namun jika akhirnya nama itu bukan aku. Aku akan tetap bersyukur. Karena telah mengenalmu yang mengajariku tentang kesetian. Dan dengan itu akan kucari lagi amplop-amplop baru di masa depan. Yang di dalamnya tertulis namaku.
Ya mungkin memang hanya aku yang mencintaimu,
tapi kau tidak...
Cinta bukanlah sebuah akhir tujuan manusia bukan? Hanya saja cinta itu menjadi penuntun cinta-cinta yang lainnya.
Kini yang terpenting adalah bagaimana orang itu menyayangimu. Seseorang dengan dengan amplop hidup yang berisikan namamu.
nb : semoga kamu bisa menemukan namamu dalam ampolop itu kawan :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar