Sumber daya
alam dan landasan kebijaksanaan
Krisis
lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari
pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan
pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia
berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada
norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan
norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam
hampir tanpa menggunakan ‘hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan
dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas
sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang
diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun
akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari
manusia.
Pengelolaan lingkungan hidup
adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup
diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas
manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada
TuhanYang Maha Esa.
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan
hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan.
Sasaran pengelolaan lingkungan hidup sebagai
berikut; pertama, tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara
manusia dan lingkungan hidup. Kedua, terwujudnya manusia Indonesia sebagai
insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina
lingkungan hidup. Ketiga, terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan
generasi masa depan. Keempat, tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Kelima, terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana. Keenam,
terlindunginya NKRI terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah
negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Dari sinilah jelas bahwa: setiap warganegara atau
masyarakat tentunya mempunyai hak yang sama atas pengelolaan dan pelestarian
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sehingga, setiap orang mempunyai hak
untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Selain mempunyai hak,
setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan sekaligus perusakan lingkungan hidup.
Dari gambaran di atas menunjukkan bahwa betapa
pentingnya untuk terus menjaga kelestarian secara bersinergi bagi semua pihak.
Baik dari perwujudan kebijakan pemerintah dan didukung oleh seluruh komponen
masyarakat. Jika pemerintah mampu memberikan kebijakan yang berpihak terhadap
kelestarian lingkungan, maka dengan sendirinya masyarakat juga akan mengikuti
dan bahwa mendorong terwujudnya lingkungan yang lestari dan kenyamanan.
Realitas memperlihatkan kondisi lingkungan hidup
sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus
menurun. Salah satu data yang dapat dijadikan rujukan yakni
menggunakan brown indicator yakni Jumlah emisi karbondioksida (CO2) (metrik
ton). Konsentrasi CO2 mengambarkan informasi tentang perubahan iklim. Gas rumah
kaca (GRK) antara lain CO2, metan, dan CFC yang dihasilkan oleh kegiatan
manusia (antropogenik), dalam konsentrasi yang berlebihan di lapisan biosfer
memicu terjadinya pemanasan global dan selanjutnya mengakibatkan perubahan
iklim. Emisi GRK dinyatakan dalam konsentrasi CO2 atau CO2-equivalent.
Penyebab lain kondisi lingkungan hidup sudah
mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus menurun
adalah, karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian
sering diabaikan. Hal ini terjadi mengingat kelemahan kekuatan politik dari
pihak-pihak yang menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. Seperti diketahui, pada saat ini perjuangan untuk
melestarikan lingkungan hanya didukung sekelompok kecil kelas menengah yang
kurang mempunyai kekuatan politik dalam pengambilan keputusan. Seperti
kelompok – kelompok peduli lingkungan, LSM, individu – individu yang aktif
dalam pelestarian lingkungan dan kritis terhadap kebijakan- kebijakan yang
merugikan lingkungan, serta kalangan akademisi.
Orientasi hidup manusia modern yang cenderung
materialistik dan hedonistik juga sangat berpengaruh. Kesalahan cara pandang
atau pemahaman manusia tentang sistem lingkungannya, mempunyai andil yang
sangat besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang terjadi dunia saat
ini. Cara pandang dikhotomis yang yang dipengaruhi oleh paham antroposentrisme yang memandang bahwa alam merupakan
bagian terpisah dari manusia dan bahwa manusia adalah pusat dari sistem
alam mempunyai peran besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan
(White,,1967, Ravetz,1971, Sardar, 1984, Mansoor, 1993 dan Naess, 1993). Cara
pandang demikian telah melahirkan perilaku yang eksploitatif dan tidak
bertanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya.
Disamping itu paham materialisme, kapitalisme dan pragmatisme dengan kendaraan
sain dan teknologi telah ikut pula mempercepat dan memperburuk kerusakan
lingkungan baik dalam lingkup global maupun lokal, termasuk di negara kita.
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan
yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan
kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan
dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung
atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya
manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain
di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang
dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai
obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam
hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada
dirinya sendiri.
Dalam bukunya, Ethica Nocomachea, Aristoteles menandaskan, “semua pengetahuan dan setiap
usaha manusia itu selalu mengejar suatu tujuan tertentu yang dipandangnya baik
atau berharga.”[4]. Masalah mulai timbul pada saat kita menganalisis
arti dan tujuan yang baik itu. Apakah kebaikan tersebut adalah kebaikan
individual, sosial atau ekologis? Itulah masalah pokok yang telah melahirkan
banyak dilema etis.
Untuk keluar dari suatu dilema persoalan terutama masalah etika lingkungan hidup, diperlukan pijakan keyakinan yang dapat mengarahkan secara utuh. Agama dalam hal ini Islam dapat memberikan suatu keyakinan pijakan terhadap persoalan pelestarian lingkungan.
Untuk keluar dari suatu dilema persoalan terutama masalah etika lingkungan hidup, diperlukan pijakan keyakinan yang dapat mengarahkan secara utuh. Agama dalam hal ini Islam dapat memberikan suatu keyakinan pijakan terhadap persoalan pelestarian lingkungan.
Upaya mengatasi krisis lingkungan, secara etis,
harus melibatkan berbagai landasan etis yang memang benar-benar memposisikan
manusia dan alam sama-sama derajatnya, baik dalam ketinggiannya (biosentrisme
dan ekosentrisme), maupun dalam kerendahannya (etika kepedulian) sekaligus
membingkainya dengan etika bersama yang mengikat secara transenden.
Manusia sebagai pengolah sumber daya alam dituntut semaksimal mungkin untuk
mengolah sumber daya alam. Tapi banyak diantara manusia tersebut yang tidak
mampu untuk mengolah sumber daya alam yang telah tersedia yang mengakibatkan
negara kita selalu tertinggal dari Negara-negara lain diluar sana yang sudah
maju. Padahal negara-negara tersebut tidaklah memiliki sumber daya alam
sebanyak yang kita punya ,tpi mereka sselalu dapat mengolah setiap sumber daya
alam yang telah tersedia di Negara mereka yang membuat negara mereka terus
maju.
Maka dari itu yang harus kita lakukan adalah kita harus lebih meningkatkan
sumber daya manusia atau kemampuan dari masyarakat kita agar bisa memaksimalkan
atau mengolah sumber daya alam kita yang begitu melimpah ini. Bukan mustahil
jika kita bisa mengolahnya ,kita akan seperti Negara-negara yang telah maju
atau bahkan melebihi mereka.
Planet bumi yang menjadi tempat tinggal makhluk hidup untuk
tumbuh dan berkembang biak memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam mencukupi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam perkembanganya pada organisme mengalami
seleksi alam, misalnya telur ikan yang beribu-ribu itu dari induknya, yang
dapat hidup terus hingga dewasa hanya beberapa ekor saja.
Skema representasi dari angka kematian ikan laut. Hanya
beberapa ikan yang bertahan hingga dewasa dari ribuan telur. Begitu juga tiram,
binatang laut ini dapat menghasilkan 500 milion telur sekali bertelur. Jika
semua telur-telur itu berkembang menjadi tiram-tiram dewasa dan semua
keturunannya hidup, maka sesudah generasi keempat kita dapat menemukan tumpukan
tiram-tiram seluas bumi selama 8 tahun. Demikian pula tumbuhan mempunyai
kemampuan berkembang biak secara cepat jika spora-spora atau biji-biji yang
disebarkan tumbuh semua menjadi dewasa, maka populasi tumbuhan akan naik luar
biasa. Demikianlah seleksi alam selalu terjadi.
Semua hewan dan tumbuhan cenderung untuk tumbuh bereproduksi
dan mati, sampai dikurangi oleh pengaruh lingkungan, faktor yang mula-mula
menghentikan pertumbuhan dan penyebaran dari organisme disebut faktor pembatas.
Hal ini terjadi pada makhluk hidup, sedangkan pada lingkungan hidup secara luas
mempunyai keterbatasan. Lahan pertanian yang tadinya subur karena diolah terus
menerus, maka kesuburannya menjadi berkurang. Apabila pada lahan tersebut
penduduknya bertambah, maka “beban”nya menjadi bertambah pula karena dipacu
untuk memproduksi melebihi kapasitasnya dengan cara diberi pupuk dan
sebagainya. Sebagai akibat dari hal tersebut maka lahan itu mengalami penurunan
kemampuan produksi ataupun yang disebut dengan deteriorasi lingkungan. Kondisi
lingkungan yang dalam keadaan produktifitasnya optimal dan seimbang secara
ekologi dikatakan dalam kodisi homeostatis. Deteriorasi lingkungan salah
satunya ditandai oleh pemulihan produktifitas yang berjalan lambat.
Sebagai contoh digambarkan oleh Hagget (1983) pada petani sistem ladang
berpindah yang tanah kurang subur dan daerahnya luas dengan penduduk jarang.
Pada gambar 1 dan 2 berikut dijelaskan hubungan tingkat kesuburan tanah dengan
waktu. Apabila jumlah penduduk bertambah banyak, maka waktu pemulihan kesuburan lahan
menjadi pendek sehingga kesuburannya belum pulih lahan mulai ditanami lagi.
Sebagai akibatnya maka kesuburannya akan semakin merosot. Hal ini juga terjadi
pada lahan daerah yang seharusnya kemampuan ditanami padi 1 tahun sekali dipacu
untuk panen sattu tahun menjadi dua kali dengan berbagai cara akibatnya
kesuburan lahan cepat menurun.Upaya pelesterian lingkungan hidup sangat penting
untuk dilakukan. Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan seluruh
lapisan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakatnya. Dalam proses pembangunan itu tentu akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan hidup.
Pembangunan tidak saja mendatangkan manfaat, tatapi juga
membawa resiko kerusakan lingkungan. Kita melihat di sekitar kita misalnya
hutan diubah menjadi lahan sawah untuk memproduksi bahan makanan, dengan
perubahan lahan hutan menjadi lahan sawah ini akan menggangu keseimbangan
ekologi. Sungai kita bendung untuk mendapatkan manfaat listrik, bertambahnya
saluran irigasi, dan terkendalinya banjir. Resikonya ialah tergusurnya kampung
dan sawah penduduk setempat, dan punahnya jenis hewan dan tumbuhan tertentu.
Kayu di hutan kita tebang, devisa dari ekspor kayu kita dapatkan, sebaliknya
kita menghadapi resiko kepunahan hewan dan tumbuhan, bertambahnya erosi tanah,
rusaknya tata air, dan terjadinya hutan alang-alang. Sarana transportasi kita
tambah, hubungan satu tempat ke tempat lain menjadi mudah, tetapi resikonya
pencemaran udara dan kebisingan, serta kecelakaan lalu lintas.
Seperti contoh pada gambar di atas, gambar waduk menggusur petani yang hidup di lembah sungai yang dibendung. Sementara itu manfaat listrik masih banyak melampaui mereka dan belum menciptakan lapangan pekerjaan bagi mereka .Akibatnya tekanan penduduk terhadap lahan meningkat. Hutan rusak, erosi dan pedangkalan waduk dipercepat.
Seperti contoh pada gambar di atas, gambar waduk menggusur petani yang hidup di lembah sungai yang dibendung. Sementara itu manfaat listrik masih banyak melampaui mereka dan belum menciptakan lapangan pekerjaan bagi mereka .Akibatnya tekanan penduduk terhadap lahan meningkat. Hutan rusak, erosi dan pedangkalan waduk dipercepat.
Sumber: nationalgeographic.co.id dan Klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar