Mengagumi seseorang itu menyenangkan tetapi sakit. Sama
seperti aku yang mengaguminya. Mengagumi seseorang yang aku tak mengerti.
Tak tahu sejak kapan aku memulainya. Aku hanya merasa
tiba-tiba rasa rindu ingin melihat sosoknya setiap saat datang. Merasa
tiba-tiba dia hadir dalam mimpiku.
Sejak saat itu datang, hari-hari yang kujalani tak lagi
seperti dulu. Hati ini tiba-tiba saja tanpa aku mengerti berdebar kencang tak
terkendali. Terlebih ketika aku berada didekatnya.
Kawanku berkata, “Mungkin kamu menyukainya!”
Ah apa pula itu, tak mungkin bukan? Dia hanya seorang
laki-laki yang berpikiran dewasa dan baik hati. Dari mana mereka biasa
menyimpulkan semua itu.
Hari demi hari aku mencoba membiasakan diri dengan
perasaanku itu. Membiasakan diri ketika berada di dekatnya. Bahkan hanya ketika
kami saling berpapasan.
Seperti awan di langit aku berharap tentang perasaanku ini.
Seperti berbagai bentuk awan yang tiba-tiba berubah, seperti itulah aku
berharap tentang perasaan. Tentang perasaanku yang juga dapat berubah ketika
aku sadar bahwa memang ini yang dinamakan cinta. Aku tak ingin seperti pagar makan tanaman. Karena itu sekuat
tenaga aku ingin menghapus semua perasaan ini.
Ketika rasa itu tertanam semakin dalam, tiba-tiba seseorang
datang. Seperti hadiah yang diberikan Tuhan. Aku mengenalnya, bahkan sangat
mengenalnya. Namun aku tak bia memungkiri diriku bahwa aku tidak bisa
menerimanya. Bahwa sudah ada seseorang di hati ini. Awan telah memilih hujannya sendiri. Hujan yang menyirami
hatiku. Membuat bunga-bunga tetap bermekaran.
Maafkan aku yang tidak bias memilihmu. Kamu orang yang baik
dan aku yakin. Suatu saat Tuhan akan memberikan hadiah indah untukmu kawan.
Bukankah akan lebih sakit jika aku membohongimu? Semoga kenyataan yang dilandasi
kejujuran lebih baik, walaupun itu sakit.
Dan akhirnya aku masih di sini. Berusaha menelusuri dan
memahami lekuk ranting pohon itu. Selalu menunggu di bawah kerindangannya.
Menunggu hingga sang pohon menggugurkan daunnya. Walaupun itu berjuta-juta kali
aku menunggu.
Biarlah perasaanku yang memutuskan. Untuk tetap berlanjut
menunggu atau pergi. Karena pada hakikatnya yang aku inginkan adalah kenyamanan
hati. Bukan sekedar pandangan belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar