Selasa, 29 Desember 2015

Globalisasi dan Pentingnya Rasa Ethnosentrisme

2015 akan segera berakhir menjadi 2016. Kemajuan teknologi akan terus berkembang pesat seiring bertambahnya angka pada tahun masehi. Globalisasi salah satu dampak dari kemajuan teknologi yang bisa melaju ke arah positif maupun negatif.

Globalisasi sendiri menurut KBBI adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia. Sedangkan Globalisasi ditinjau dari segi sosio-antropologi merupakan proses perubahan yang menyebabkan batas antar negara dan bangsa menghilang sehingga bangsa-bangsa di dunia menyatu dalam kesatuan hidup berdasarkan prinsip universal. Secara keseluruhan globalisasi berarti suatu proses yang menjadikan seluruh bangsa dan negara di dunia semakin terikat dengan yang lain serta mewujudkan kehidupan baru dengan meniadakan batas-batas geografis, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.

Salah satu contohnya adalah mulai tidak terlihatnya batas-batas kebudayaan masyarakat. Kebudayaan baru dari bangsa dan negara lain begitu mudahnya masuk ke dalam kebudayaan masyarakat kita yang secara tidak langsung mulai menggeser norma-norma sosial jika dibiarkan terus menerus.

Bicara tebtang kebudayaan masyarakat identik dengan suku. Ya, karena Indonesia memiliki beragam macam suku dan budaya. Menghadapi gempuran budaya asing sebagai dampak dari globalisasi dibutuhkan sikap ethosentrisme bagi penganut suku dan kebudayaan tersebut agar kebudayaan masyaraka yang telah ada tetap lestari.

Ethosentrisme sendiri menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) merupakan sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Sedangkan berdasarkan ilmu sosiologi ethosentrisme adalah kecenderungan setiap kelompok untuk percaya begitu saja akan keunggulan (superioritas) kebudayaan sendiri yang dipengaruhi kepribadian, derajat identisifikasi etnik, dan ketergantungan.

Sikap ethosentrisme sangat dibutuhkan untuk membentengi kebudayaan masyarakat Indonesia dari kebudayaan asing yang semakin mudah masuk melalui jalur mana pun terutama melalui media massa seperti televisi dan internet. Ethosentrisme yang mungkin lebih dianggap perilaku negatif, ternya dapat menjadi perilaku positif apa bila digunakan pada saat yang tepat.

Penelitian menunjukkan bahea anggapan terhadap ethosentrisme dapat melemahkan nasionalisme adalah salah. Justru sebaliknya. Semakin tinggi ethosentralisme suatu suku atau seseorang, maka rasa nasionalisme dan kebangsaan pun akan semakin tinggi.

Ethnosentrisme menurut sosioligi dibagi menjadi dua macam, yaitu ethnosentrisme fleksibel dab infleksibel. Ethnosentrisme fleksibel merupakan seseorang yang dapat belajar cara-cara meletakan ethnosentrisme dan presepsi mereka secara tepat terhadap suatu realitas didasarkan pada cara pandang budaya mereka serta menafsirkan perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Sedangkan ethnosentrisme infleksibel dicirikan dengan ketidakmampuan untuk keluar dari prespektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan prespektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya.

Ethnosentris fleksibel inilah yang dibutuhka sebagi benten terhadap globalisasi pada bidang kebudayaan masyarakat. Bukti nyata untuk mendukung lestarinya budaya di Indonesia adalah dengan mencintai dan ikut berperan dalam pelestariannya. Misalnya dengan aktif belajar dan mengajarkan cara bermain angklung atau menari jaipong.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar