Senin, 06 Juni 2016

Perlindungan merek secara Ofensif dalam Kasus Kopitiam







Sengketa merek Kopitiam mungkin menjadi salah satu sengketa merek paling besar di Indonesia. Sengketa ini melibatkan banyak sekali pihak terutama para pemilik restoran kopitiam atau coffee shop. Kasus ini bermula sejak dikeluarkannya pengumuman tentang kepemilkan merek KOPITIAM di media massa oleh Abdul Alex Soelystio. Pada intinya, pengumuman ini memberikan peringatan kepada anggota-anggota Perhimpunan Pengusaha Kopi Tiam Indonesia (PPKTI) untuk menurunkan papan merek atau tidak lagi menggunakan merek Kopitiam. Karena Abdul Alex Soelystio adalah pemegang hak ekslusif yang telah diperolehnya sejak tahun 1996 dan telah diperpanjang kembali pada 2006. Oleh karena itu, pemakaian merek Kopi tiam ini dapat dikenakan tindak pidana merek.
Karena pengumuman tersebut banyak pemilik restoran kopitiam yang mengganti namanya, tetapi juga tidak sedikit yang tidak mau menggantinya. Bahkan ada beberapa pihak terutama pemilik restoran/cafe Kopitiam yang maah menggugat Menkum HAM sebagai pihak yang mengeluarkan izin merek itu dan juga menggugat Abdul Alex atas merek Kopitiam. 
Salah satunya adalah Pamin Halim, pemilik Kok Tong Kopitiam. Menurutnya, penulisan ‘Kok Tong Kopitiam’ sangat jauh berbeda dengan penulisan merek ‘KOPITIAM’ ala Abdul Alex. Meski berbeda jauh, tetapi MA di tingkat kasasi tetap menyatakan kedai kopi ‘Kok Tong Kopitiam’ memiliki persamaan pada pokoknya dengan kedai kopi ‘KOPITIAM’.
Kemudian giliran Phiko Leo Putra sebagai pemilik Lau’s Kopitiam yang melakukan gugatan ke Alex. Dalam argumennya, Phiko salah satunya merujuk kepada keputusan Intelectual Poperty Office of Singapore (Kantor HAKI Singapura) dalam perkara Pasific Rim Industries Inc melawan Valentinin Globe BV. Dalam pertimbangannya, Dewan Pariwisata Singapura mengakui bahwa bahasa adalah hidup dan secara konstan berkembang dalam negara yang memiliki ras sangat banyak seperti Singapura yang kaya akan dengan berbagai bahasa dan budaya. “Kopitiam diakui sebagai kata lokal baru yang terbentuk dari habungan dan kombinasi tempat makan yang memiliki kios minum yang menyediakan minuman serta kedai yang menyediakan makanan,” ujar Dewan Pariwisata Singapura.
Tapi apa daya, gugatan Phiko juga kandas, menyusul nasib Pamin Halim. Majelis PK yang diketuai Syamsul Ma’arif PdD dengan anggota Prof Dr Takdir Rahmadi dan Hamdi menyatakan Lau’s Kopitiam memiliki persamaan dengan KOPITIAM dan mengadili Phiko harus mengganti merek kedainya. Menariknya, Syamsul dalam putusan Pamin Halim adalah hakim agung yang tidak setuju KOPITIAM sebagai kata yang bisa diberikan hak ekslusif.
Selain itu masih ada lagi pengusaha kopitiam yang juga melawan Alex, yaitu QQ Kopitiam. Dan lagi-lagi Alex menang sehingga QQ Kopitiam harus mengganti namanya dan tidak boleh menggunakan merek Kopitiam lagi, walaupun sebelumnya QQ Kopitiam sudah menghapus kata Kopitiam dari restoran-restoran mereka.
Dan satu lagi pihak yang kalah melawan Alex adalah Perhimpunan Pengusaha Kopi Tiam Indonesia (PPKTI). Pasalnya, majelis hakim memutuskan untuk tidak menerima gugatan PPKTI dan menerima eksepsi Abdul Alex. Majelis hakim berpijak pada eksepsi tergugat yang menilai gabungan pengusaha warung Kopi Tiam tak memiliki ‘legal standing ‘ karena PPKTI hanya dapat menunjukkan akta pendiriannya yang didirikan pada 3 Mei 2011. Namun, akta ini belum mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana yang diharuskan oleh Pasal 1653-1665 KUH Perdata.
Berdasarkan kasus diatas, banyak pihak yang berpendapat bahwa seharusnya kata KOPITIAM tidak bisa digunakan sebagai sebuah merek karena merupakan sebuah kata yang generik. Selain itu banyak juga pihak yang menyebut bahwa Alex terlalu kapitalis dengan mempertahankan merek KOPITIAM eksklusif untuk dia. Tetapi terlepas dari itu semua, terbukti bahwa perlindungan sebuah merek sangatlah penting dalam membangun usaha yang sustainable. Memang kita bisa dengan mudah mengganti merek dagang kita setiap saat. Tetapi perjuangan yang telah kita lakukan dalam membangun sebuah merek akan jadi sia-sia apabila kita mengganti merek kita.
Selain itu, dari kasus diatas kita dapat melihat bahwa perlindungan sebuah merek juga dapat berfungsi secara difensif maupun ofensif. Dalam kasus ini, Alex dapat menggunakan perlindungan merek Kopitiam secara ofensif dengan mengalahkan pemilik usaha kopitiam lainnya sehingga Alex dapat memonopoly merek KOPITIAM. Selanjutnya kami akan berusaha untuk memberikan conth kasus perlindungan merek yang berfungsi secara Difensif.
Terimakasih telah membaca artikel kami.
Sumber : dari berbagai sumber termasuk detik.com, hukumonline.com, kompas.com, kontan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar