Minggu, 08 April 2018

Review Film Teman Tapi Menikah

Sebenarnya gue udah lama nonton film Teman Tapi Menikah ini, kira-kira 3 hari setelah film ini perdana tayang. The reason gue nonton ini adalah karena gue sangat mengikuti pasangan ini dari awal jadian dan reaksi gue kala itu adalah WOW. Ada ya orang kaya Ditto. Itu yang gue pikirkan. Sampai saat ini gue masih mengikuti social media Ayu dan Ditto juga vlog nya karna si gemasssss Sekala terkadang muncul di situ. Review ini gue tulis terkhusus dari segi film saja, gue ga akan membandingkan film ini dengan novelnya.




Film ini menceritakan tentang perjalanan hubungan Ditto dan Ayudia sejak SMP sampai menikah, sejak masih sama-sama sahabatan sampai menjadi halal.

Dalam film diceritakan tentang keakraban mereka sebagai sahabat, tentang hubungan mereka dengan pacar masing-masing, dan bahkan tentang kode-kode cinta yang sebenarnya sudah terlihat sejak awal. Mereka hanya sama-sama tidak mau mengakui. Menariknya adalah film ini masih membuat orang-orang penasaran, termasuk gue walaupun sudah tahu kalau akhirnya adalah menikah.

Cerita yang digambarkan sebenarnya benar-benar nyata seperti apa adanya seorang sahabat di masa sekolah, pun dengan tingkah laku, keisengan, dan pikiran-pikirannya.

Akting pemeran utama Adipati Dolken yang memerankan Ditto Percussion sudah tidak diragukan lagi. Sangat epic dan gue suka. Aktor kawakan memang sangat totalitas. Menurut gue Adipati sangat sukses menggambarkan sosok Ditto dengan keusilannya, kesederhanaannya, kejujuran, dan ketulusannya. Terlihat sekali kalau Ditto benar-benar tulus mencintai Ayu.

Untuk Vanesha, gue pribadi lebih suka aktingnya menjadi Milea di film Dilan. Gue dapat merasakan dia sangat Milea di dalam film, tapi tidak dengan di film ini. Walaupun Vanesha juga tetap baik memerankan Ayudia, tapi gue merasa ada yang terlalu dipaksakan. Meskipun secara keseluruhan cukup baik.

Yang gue suka dari film ini adalah VISUAL nyaaaa meeennnnnn. Gela sih untuk standar visual film Indonesia. Gue sangat dimanjakan dengan setiap pengambilan gambarnya. Dan tentu saja Soundtracknya itu loh. Indie fav lah. Adhitya Sofyan, Endah and Resa, Senar Senja dan lainnya.

Sayangnya jujur gue tidak merasakan baper atau sedih. Menurut gue film ini kurang bisa menguras emosi gue. Gue pun gak tau sih ini karna apa. Tapi menurut gue mungkin dari segi naskah. Karena film ini terasa sangat cepat dan terlalu terburu-buru sehingga penonton belum terbawa emosinya sudah ganti scene lagi.

Overall gue beri rating film ini 6/10. Karena alasan yang gue jelaskan tadi. Menurut gue sebuah film seharusnya bisa membawa emosi penonton.

Sampai saat ini gue masih bertanya-tanya ada ya manusia seperti Ditto yang menunggu dengan ikhlas selama 12 tahun. Benar-benar berserah. Walaupun gue kasian sama mantannya yang terakhir. Gimana ya kabar mantannya yang terakhir itu? Semoga dia juga bahagia seperti keluarga kecil Ditto dan Ayudia yah :)


Untuk yang terjebak friendzone, yang bersahabat, atau untuk siapa pun yang sedang mencari cinta yang tulus itu seperti apa, gue sangat merekomendasikan film ini.

Hal terbesar yang dapat gue ambil dari film ini adalah IKHLAS. Mencintai itu harus ikhlas. Tidak perlu juga diutarakan dan terlalu tergesa-gesa. Nanti kalau waktunya tepat juga akan tersampaikan. Tak perlu cemas dan terburu-buru. Nanti kalau memang berjodoh juga akan bersatu dengan caranya sendiri.

Juga. Tak apa sesekali lari dari kehidupan untuk belajar mengikhlaskan. Jika berhasil hal baik akan menggantikannya. Tapi jika tidak, kamu akan tetap berakhir dengan hal yang harusnya jadi milikmu, yang harusnya kau jalani.

Tapi gue tetap mencintai teman tapi menikah ini dan Sekala ucul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar