“Sial .. kenapa hujan turun saat seperti ini” Ucap seorang lelaki dengan membawa tumpukan kertas ditangannya. Ia bergegas berlari dengan tas yang dipakainya sebagai tameng untuk memayunginya dari hujan. Lelaki itu terus berlari menghindari hujan menyusuri jalan yang dipenuhi pohon azalea di pinggirannya juga sebuah sungai kecil yang menemani dipinggiran jalan.
Tak lama kakinya berhenti pada sebuah gubuk kecil, sekedar untuk
berteduh dari hujan yang semakin deras. Perlahan lelaki itu duduk sambil
mngibas-ngibaskan pakaiannya yang basah, berharap sedikit bisa
mengeringkannya.
“Aish .. kenapa harus hujan? Naskahku jadi basah begini, bagaimana
kalu robek?” Ia menggerutu sambil menyadari keteledorannya yang tidak
memasukkan naskah tersebut kedalam tas. Tanpa ia sadari seseorang
mmperhatikannya sejak tadi. Memandang tajam apa yang namja itu lakukan.
“Ada apa agashi?” Lelaki itu tersentak dan segera
membalikan tubuhnya, ia bahkan tidak menyadari ada seseorang selain dirinya di
gubuk kecil itu. Sekejap lelaki itu memandang heran pada seseorang yang duduk
tak jauh darinya.
Ia seorang wanita yang terlihat kurus dan pucat, namun tampak
manis. Rambutnya yang tergerai panjang menambah kesan manis pada wajahnya.
Namun matanya yang indah itu terlihat redup, seperti menceritakan sebuah
kepedihan di dalamnya.
“Oh .. maaf agashi saya tidak tahu anda ada di
sini tadi. Sekali lagi maaf kalau saya megganggu.” Namja itu justru tersenyum
kecil meminta maaf pada wanita disampingnya.
Setelahnya keheningan tercipta diantara mereka. Sang lelaki sibuk
berdoa agar hujan segera berhenti dan dia bisa berlari dengan cepat menuju
tempat yang ia tuju. Ia sengaja memilih jalan ini, karena jalan ini merupakan
jalan pintas menuju tempat tersebut. Jika tahu hujan akan turun, mungkin ia
lebih memilih naik bus kota sehingga tak harus kehujanan seperti
ini. Sementara sang wanita hanya diam mematung memandang hujan yang turun
semakin deras.
Matanya hanya menatap butiran-butiran air yang jatuh itu. Baginya
hujan adalah sebuah kejadian alam yang indah, lebih indah dari mekarnya semua
bunga di musim semi.
“Aishh .. kenapa hujannya malah semakin deras!” Lelaki tersebut
semain kesal menunggu lama, sambil sesekali melirik jam tangan yang melingkar
di tangan kirinya. Mungkin waktunya sudah tak banyak untuk pergi ke tempat yang
ditujunya.
“Agashi sedang buru-buru?” Wanita itu memecah
keheningan diantara mereka. Rasanya aneh bukan jika berlama-lama dalam satu
atap dengan seseorang tanpa adanya sebuah pembicaraan?
“Hahaha .. Iya nih, agashi sendiri?”
“Oh .. aku sedang tidak dalam perjalanan ingin pergi kemana pun.
Mau aku bantu supaya hujannya reda? Mungkin berhasil dan agashi bisa
pergi tanpa hawatir kehujanan.”
“Boleh, tapi memangnya kamu bisa?”
“Ayo kita buktikan!”
Kemudian wanita itu mengeluarkan dua tisu saku dari saku
celananya. Tisu itu tak basah, karena memang dia sudah ada disana sebelum hujan
turun. Ia lalu membentuk kepala boneka dari tisu tersebut. Kemudian mengikatnya
dengan rumput yang tumbuh di bawah gubuk.
“Agashi punya pena?”
Lelaki itu pun menyerahkan pena tersebut kepada wanita di
sebelahnya yang sibuk entak akan membuat apa, sambil mengira-ngira apa yang
dilakukan wanita tersebut. Lalu wanita itu melukis dengan pena itu pada dua
kepala boneka itu sehingga nampak hidung, mata, dan bibir.
“Apa yang agashi buat? Boneka, buat apa?” tanya sang lelaki penasaran.
“Oh .. ini teru teru bozu.”
“Apa itu?”
“Ini boneka penangkal hujan supaya hujan reda.” Sang lelaki
hanya menyaksikan apa yang dilakukan si wanita selanjutnya. Wanita itu lalu
menggantung boneka tersebut dengan jalinan rumput yang dibuatnya.
“Kalau kita meminta hujan tinggal menggantug boneka ini dengan
posisi terbalik. Karena sekarang kita minta hujan reda, maka posisiya normal
begini.”
“Terus?”
“Dengar ya, aku ingin bernyanyi lagu teru teru bozu, jika kita
beruntung keinginan kita akan terkabul. Aminn ..”
Wanita itu mulai bernyanyi ditengah hujan yang deras, sehingga
suaranya hanya terdengar kecil ...
*Teru teru bozu, teru teru bozu
Ashita tenki ni shite o-kure
Itsuka no yume no sora no yo ni
Haretara kin no suzu ageyo
*Teru teru bozu, teru teru bozu
Ashita tenki ni shite o-kure
Watashi no negai wo kiita nara
Amai o-sake wo tanto nomasho
*Teru teru bozu, teru teru bozu
Ashita tenki ni shite o-kure
Sorete mo kumotte naitetara
Sonata no kubi wo chon to kiru zo
Ashita tenki ni shite o-kure
Itsuka no yume no sora no yo ni
Haretara kin no suzu ageyo
*Teru teru bozu, teru teru bozu
Ashita tenki ni shite o-kure
Watashi no negai wo kiita nara
Amai o-sake wo tanto nomasho
*Teru teru bozu, teru teru bozu
Ashita tenki ni shite o-kure
Sorete mo kumotte naitetara
Sonata no kubi wo chon to kiru zo
Perlahan dengan ajaib hujan mulai reda, lelaki itu menatap takjub
pada sang wanita.
“Wah .. ajaib, hujannya reda. Terimakasih agashi. Oiya
kenalkan aku Kyuhyun, agashi?”
“Aku Ji Hyun, benar apa yang aku bilang?” Ucapnya sambil tersenyum
bangga.
“Iya, terimakasih Ji Hyun, aku pergi dulu. Aku harap kita bisa
bertemu lagi. Annyeong ...” Setelah itu Kyuhyun melesat
pergi dengan cepatnya, mungkin karena waktu yang dimilikinya semakin berkurang
ditengah deadline yang mengerjarnya.
Ji Hyun hanya terkekeh menyaksikan Kyuhyun yang sangat gembira
seperti seorang anak kacil yang diberi hadiah permen oleh ibunya. “Walau
aku menyukai hujan, tapi tak selamanya hujan itu baik, terkadang ia menyusahkan
orang seperti Kyuhyun.”
“Ji Hyun ...” Wanita yang merasa namanya dipanggil itu
menoleh ke arah jalan. Iya mendapati bibi Kim yang setia mengurusnya sejak
kecil mendekati gubuk tempatnya berada.
“Kamu ini bandel banget! Bibi bilang jangan keluar rumah
sembarangan! Apa lagi ini hujan, kalau kamu sakit gimana? Ayo kitapulang! Nanti
malam kita kan harus pergi ke dr. Hwang untuk chek up.” Bibi Kim
menghampiri Ji Hyun yang tampak dingin dan tak bersemangat. Senyumnya menghilang
jika harus mendengar nama dr. Hwang, dokter yang menagani penyakitnya sejak
kecil.
“Jangan cemberut gitu dong.” Bibi Kim menarik sudut bibir Ji
Hyun agar ia mau tersenyum. Walau sedikit dipaksakan akhirnya Ji
Hyun bisa tersenyum. Hatinya terenyuh jika dekat dengan bibi Kim, betapa
ia seorang yang berharga bagi Ji Hyun Walau cerewet tapi bibi Kim
begitu telaten mengurusinya dari kecil. Bibi Kim adalah ibu yang sesungguhnya
buat Ji Hyun.
****
“Apa pak? Naskah saya belum bisa diterima?”
“Iya, saya harap anda memaklumi. Naskah anda masih jauh dari yang kami harapkan. Jangan putus asa, anda bisa mencobanya lagi di lain waktu.”
“Baiklah, terimakasih pak.” Senyum pahit tergambar jelas di raut wajah Kyuhyun saat itu. Ia kembali menerima penolakan yang entah untuk keberapa kalinya. Hal yang selama ini ia cita-citakan tak kunjung jadi kenyataan.
Kyuhun duduk di sebuah halte bus, memilih pulang dengan
menggunakan bus. Karena hatinya sedang dalam keadaan tidak baik. Dengan jalan
yang lebih jauh mungkin bisa membuatnya sedikit melupakan penolakannya tadi.
Pikirannya masih jauh melayang. Mungkin karena dirinya masih SMA sehingga tidak
bisa membuat naskah dengan maksimal, karena waktu antara belajar dan menulis
naskah yang harus ia bagi.
Menjadi seorang penulis naskah skenario flim adalah cita-cita
Kyuhyun sejak lama. Baginya menulis adalah sebuah seni dimana ia dapat
menceritakan segala hal yang ia lihat, dengan, dan rasakan dengan kata-kata.
Dan akan terus mengalir karena kata tak kan pernah habis.
Menulis juga merupakan sebuah upaya agar dirinya dapat berkarya
dan menciptakan suatu sejarah dalam hidupnya. Membuat ide ceritanya menjadi
sebuah flim itu adalah cita-cita terbesarnya. Mungkin dewi fortuna belum hadir
dalam hidup Kyuhyun.
Kyuhyun memandang langit yang cerah tertutup. Seperti cerah namun
sedikit mendung. Melihat langit itu, ia jadi mengigat Ji Hyun Gadis
yang mengeluarkan sebuah mantra ajaib teru teru bozu yang bisa menyelamatkannya
dari hujan. Ia hanya tersenyum-senyum sendiri mengingatnya.
Mengingat bagaimana wajah Ji Hyun ketika serius
menyanyikan lagu teru teru bozu. Mengingat bagaimana senyum Ji
Hyun terukur ketika mantranya berhasil. Hingga tak sadar bus yang
ditunggunya telah sampai.
Malam harinya kini giliran Ji Hyun yang menderita. Malam
ini seprti runitasnya dari tahun-ketahun, yaitu haru chek up. Sejak
lahir Ji Hyun memang terlahir dengan jantung yang lemah. Sehingga ia
tak boleh terlalu lelah, baik fisik atau pun fikiran.
Ji Hyun termasuk seorang yang kuat bagi penderita jantung
lemah sepertinya. Karena ia masih bisa berjalan-jalan keluar rumah. Walau tidak
boleh terlalu jauh.
“Ji Hyun, kondisi kamu semakin buruk. Lihat wajahmu pucat. Kamu
pasti tidak meminum obatnya ya?” Tanya dr. Hwang dengan ramah.
Sedangkan Ji Hyun hanya terdiam dengan tatapan kosong dan hampa.
Seperti menggambarkan sesuatu yang hilang dari dirinya.
“Ya sudah, mulai hari ini Ji Hyun di rawat saja. Kamu
harus banyak istirahat ini pasti karena kamu terlalu banyak main di luar. Dan
jangan lupa minum obatnya yah?”
“Iya dokter, maaf kadang saya bosan minum obat terus.”
Ucap Ji Hyun yang tersadar dari lamunannya.
“Ya sudah, banyak istirahat ya?” Ji Hyun hanya
mengangguk sambil tersenyum, berusaha memperlihatkan pada semua orang bahwa
dirinya sehat dan tidak apa-apa.
Dokter Hwang telah menghilang dibalik pintu kamar rawat Ji
Hyun dan kini digantikan bibi Kim yang segera menuju tempat tidur Ji
Hyun lalu meletakan tas berisi baju Ji Hyun pada meja nakas
disamping tempat tidur pasien.
Sebenarnya beberapa hari yang lalu dokter Hwang menawarkan
agar Ji Hyun dicangkok jantung, karena jantungnya sudah semakin
melemah dan mungkin akan berhenti berfungsi dalam waktu dekat. Namun Ji
Hyun menolaknya, ia ingin hidup sampai akhir bersama jantungnya
sendiri.
“Bibi bilang apa, kamu jangan banyak main di luar! Bukanya Sonsaengnim selalu
datang ke rumah?” Bibi Kim memulai acara memarahi Ji Hyun sambil
membereskan barang-barang keperluan Ji Hyun dan dirinya beberapa hari
kedepan.
“Dan kenapa kamu gak minum obatnya? Bukannya setiap makan bibi
selalu kasih obat?” Lanjut bibi Kim.
“Dengarkan bibi Ji Hyun Kalau Ji Hyun ingin
cepat sembuh, Ji Hyun harus turuti kata dokter. Ji Hyun mau
seekolah di sekolah umum seperti dulu lagi kan? Karena itu Ji
Hyun harus semangat! Uri Ji Hyun HWAITING !!”
Bibi Kim memberi Ji Hyun semangat agar bisa tetap semangat menjalani
hidupnya yang digariskan berbeda dengan remaja lain. Ji Hyun hanya
membalasnya dengan tersenyum sambil berteriak ‘Hwaiting’.
Bibi Kim yang tahu Ji Hyun membutuhkan kasih sayang dan
orang-orang yang bisa menyemangatinya melakukannya dengan tulus.
Mengurus Ji Hyun seperti anaknya sendiri. Karena bibi Kim juga
tinggal sendirian. Anak dan suaminya meniggal dalam kecelakaan ketika liburan
musim panas 20 tahun yang lalu. Sejak saat itu dirinya hidup sebatangkara.
Ia
berjanji tak akan menikah dan memilih mengabdikan hidupnya untuk
merawat Ji Hyun dari kecil, merawatnya dengan tulus hati seperti anak
kandungnya sendiri.
Orang tua Ji Hyun adalah seorang pengusaha yang sibuk.
Ayahnya tinggal di Paris mengurusi cabang perusahaan mereka, namun terkadang
pergi ke berbagai negara dalam rangka bisnis. Begitupun dengan sang ibu. Karena
itu Ji Hyun menetap di Korea Selatan, tempat kelahirannya.
2 minggu kemudian ...
“Setiap hari aku lewat sini, tapi kenapa Ji Hyun tidak
muncul-muncul lagi?” Kyuhyun memandang hampa gubuk dihadapannya. Gubuk kecil
yang menjadi saksi pertemuannya dengan seorang gadis yang perlahan memikat
hatinya.
“Kyuhyun ya?” Kyuhyun kaget melihat sosok Ji
Hyun yangselama ini dicarinya ada dihadapannya.
“Haii .. kau kemana saja Ji Hyun?” Kyuhyun menyapanya dengan
senyum. Mereka berdua duduk berdampingan sambil menatap sungai di sebrang
jalan, karena gubuk yang mereka tempati berhadapan langsung dengan sungai,
sehingga memudahkan mereka.
“Kau kemana saja? Aku tidak melihatmu sejak kejadian teru teru
bozu itu.”
“Heh? Kau mencariku?” Tanya Ji Hyun yang sukses membuat
Kyuhyun salah tingkah.
“Eh .. maksudku itu .. eum .. aku .. eum ..” Kyuhyun sulit untuk
berbicara, lebih tepatnya mencari alasan yang msauk akal.
“Kau kenapa gugup seperti itu?” Memang dasar Sungmin polos yang
tak pernah mengenal apa itu cinta tidak menyadari apa yang terjad
sesungguhnya. Setelah itu mereka terlarut dengan pembicaraan yang
panjang.
Sungmin dan Kyuhyun mulai merasa nyaman dalam diri masing-masing.
Kyuhyun yang memang sudah tertarik sejak awal masih belum yakin dengan
perkiraannya tentang perasaannya sendiri. Mereka saling bercerita tentang
masalah masing-masing. Tentang Kyuhyun dengan impian besarnya sebagai penulis
skenario dan Sungmin dengan penyakit dan keluarganya, juga impian sederhananya
yaitu ingin hidup bahagia dan melalui semua yang terjadi di hidupnya tanpa
terlewat satu pun.
“Teru teru bozu itu apa Ji Hyun ” tanya Kyuhyun
penasaran dengan hal yang dilakukan Ji Hyun kemarin.
“Itu adalah sebuah cerita yang berasal dari Jepang. Ketika kita
membuat boneka dan menyanyika lagu teru teru bozu maka apa yang kita harapkan
tentang hujan akan terkabul.”
“Oh .. kau sering melakukannya?”
“Iya, aku melakukannya saat aku merindukan hujan. Karena aku suka
hujan.”
“Kenapa?”
“karena hujan memberi kesegaran bagi semua makhluk hidup dan aku
juga berharap huja dapat memberi kesegaran pada diriku.”
****
“Kyuhyun, lain kali kalau kau ingin menemuiku kau cukup datang ke
rumah sakit Seoul. Aku selalu ada di sana setiap hari Senin. Atau mungkin akan
setiap hari.” Ucap Ji Hyun sambil tersenyum cerah. Dalam hatinya ia
bahagia bisa memiliki seorang teman lagi setelah entah kapan dirinya terakhir
memiliki teman.
“Siap putri :D Semangat yah! Kamu pasti sembuh.” Goda Kyuhyun yang
memanggil Ji Hyun dengan sebutan putri.
“Apaan sih Kyuhyun gombal! Haha :D”
****
Hari ini musim gugur dan Ji Hyun masih terbaring lemah
di kasur rumah sakit sejak pertemuan terakhirnya di gubuk bersama Kyuhyun, 3
hari lalu. Ji Hyun memandang suasan di luar melalui jendela. Beberapa
pohon sudah mulai menggugurkan daunnya, pertanda musim salju akan datang. Masih
bisa kah dia bertemu teru teru bozu tahun depan?
“Ji Hyun ...” Suara yang tak asing itu membuat Ji
Hyun menoleh ke arah pintu. Dilihatnya Kyuhyun berdiri dengan
gagah. Ji Hyun tersenyum menyambut kedatangan Kyuhyun. Ia mencoba
bangun dari tempat tidur –
“Hei .. sudah jangan dipaksakan.”
“Maaf yah keadaanku begini Kyuhyun.”
“Bicara apa kau ini Ji Hyun kau tetap putriku yang
imut”Rayu Kyuhyun sambil mencubit kecil pipi chubby Ji Hyun.
“Kyu, makasih ya sudah repot-repot kemari.”
“Sama-sama .. lagian tidak merepotkan kok.” Ucap Kyuhyun yang
masih setia dengan senyumnya.
“Kau sedang apa Ji Hyun?” Tanya Kyuhyun.
“Aku – hanya sedang melihat keadaan di luar sana.”
“Tenang saja, musim salju masih jauh .. kau harus cepat sembuh
lalu kita berjalan-jalan bersama di malam natal.”
“Aku juga berharap seperti itu ..”
“Ji Hyun ...” Suara Kyuhyun terdengar lebih gugup, saat ini
Kyuhyun bermaksud mengutarakan persaannya. Ia akhirnya menyadari bahawa
perasaan yang kosong selama ini adalah perasaannya pada Ji Hyun. Ji
Hyunlah yang membuat Kyuhyun rela bolak-balik gubuk hanya untuk berharap dapat
bertemu lagi dengan Ji Hyun.
“Iya?”
“Would you be my gril friend?” Kyuhyun dengan lancar
mengucapkannya.
“Kyuhyun, kau bercanda?” Tanya Ji Hyun yang tidak
percaya, dan sayangnya Kyuhyun menggeleng.
“Kyuhyun aku ini wanita lemah, aku penyakitan. Aku hanya tinggal
menunggu waktu. Aku bukan wanita yang pantas buatmu Kyu. Kamu masih muda, masa
depanmu masih panjang. Maaf aku gak bisa Kyu!” Jawaban Ji
Hyun membuat Kyuhyun menatap tajam Ji Hyun dengan tubuh yang
kaku seketika.
“Ji Hyun !! aku tidak peduli dengan semua itu!! Persetan
dengan penyakitmu atau apapun! Aku hany mencintaimu Ji Hyun Kau
bukan gadis lemah atau apa pun. Di mataku kau sama seperti mereka di luar
sana!”
“Kau salah mengartikannya Kyuhyun! Itu bukan cinta, itu hanya rasa
ibamu yang melihatku seperti ini!”
“Baiklah kalau itu menurutmu. Memang benar kau itu tak pantas buatku!” Kyuhyun
pergi dari ruangan itu dan seketika badan Ji Hyun melemas dan detak
jantungnya semakin melambat.
Kyuhyun yang dulu hadir memberi warna di hidupnya kini mungkin
hilang dan tak akan datang lagi. Kyuhyun yang memberinya semangat tersendiri tentang
impian sederhananya yang dulu selalu ia simpan sendiri kini tak tahu di
mana. Kekesalannya pada takdir tuhan yang membuat dia seperti ini. sendiri
dan menderita menahan sakit yang harus ia rasakan setiap harinya. Kesepian yang
selalu ia rasakan sejak keci. Kesepian yang membuatnya tidak memiliki siapa pun
untuk mengadu atau bahkan hanya untuk mengeluh bahwa peralatan yang kini ada di
tubuhnya itu membuatnya sakit dan tersiksa. Perlahan hilang dengan hadirnya
Kyuhyun. Sungmin tak tahu persaan apa itu, perasaan di saat dirinya mencari
sosok seorang Kyuhyun.
****
Malam harinya ...
“Apa? Ji Hyun kritis?” Kyuhyun bergegas memakai
mantelnya dan melaju menuju rumah sakit Seoul setelah mendapat telfon dari bibi
Kim.
“Ji Hyun...” Kyuhyun mendekat dan hanya menyaksikan
wajah Ji Hyun yang sangat pucat dari jauh. Tubuh itu seperti sudah
tak bernyawa. Terkulai lemas di atas tempat tidur yang bernuansa putih. Kyuhyun
menatap bibi Kim meminta pejelasan.
“Ji Hyun semakin melemah jantungnya setelah kamu keluar dari
kamarnya. Apa ada yang terjadi antara kau dan Ji Hyun?” Seketika
persaan bersalah menghinggapi diri Kyuhyun. Ini semua salahnya yang tebawa
emosi tanpa berfikir tentang keadaan Ji Hyun.
“Ayah dan Ibunya sudah bibi telfon, namun merka tak bisa datang karena
sibuk. Mereka hanya berpesan lakukan yang terbaik untuk Ji Hyun.” Terang
bibi Kim yang seakan mengerti bahwa Kyuhyun bertanya tenang keluarganya. Karena
yang selama ini Kyuhyun tahu orang tua Ji Hyun tak pernah datang 2
tahun silam.
“Eunghh ..”
“Ji Hyun ..” Kyuhyun dan bibi Kim segera
menghampiri Ji Hyun setelah tahu Ji Hyun sudah sadarkan
diri.
“Kyuhyun .. “ Ji Hyun berucap lirih.
“Kau pasti sembuh .. aku disini tuan putri” Sambil tersenyum
Kyuhyun menggenggam tangan Ji Hyun dengan erat, memberinya
kekuatan.
“Kyuhyun maafkan aku. Mungkin di kehidupanku saat ini kita belum
berjodoh. Semoga di kehidupan selanjutnya kamulah jodohku.”
“Ji Hyun .. kamu ini bicara apa! Ji Hyunku pasti kuat!
Maaf tadi aku berbicara kasar padamu.”
“Bibi terimakasih untuk segalanya. Sampaikan pada mereka aku
menyayangi mereka. Dan Kyuhyun, saranghae ...”
TUUUTTT .....
“Ji Hyunnnnnnnn .......” Tangis Kyuhyun meledak. Dia
kehilangan seseorang yang dicintainya. Tangis memenuhi ruangan itu. Mereka kehilangan
gadis manis yang membuat merka kagum dengan kekuatannya.
Alat pendeteksi detak jantung itu menandakan bahwa Ji
Hyun telah pergi. Ji Hyun, gadis yang tak pernah mengeluh walau
sesekali memberontak itu kini telah tenang. Ia tak harus lagi merasakan kesakitan
dan kesepian. Selamat jalan Ji Hyun ....
__EPILOG__
*Teru teru bozu, teru teru bozu
Ashita tenki ni shite o-kure
Itsuka no yume no sora no yo ni
Haretara kin no suzu ageyo*
Teru teru bozu, teru teru bozu
Ashita tenki ni shite o-kure
Watashi no negai wo kiita nara
Amai o-sake wo tanto nomasho
*Teru teru bozu, teru teru bozu
Ashita tenki ni shite o-kure
Sorete mo kumotte naitetara
Sonata no kubi wo chon to kiru zo
Ashita tenki ni shite o-kure
Itsuka no yume no sora no yo ni
Haretara kin no suzu ageyo*
Teru teru bozu, teru teru bozu
Ashita tenki ni shite o-kure
Watashi no negai wo kiita nara
Amai o-sake wo tanto nomasho
*Teru teru bozu, teru teru bozu
Ashita tenki ni shite o-kure
Sorete mo kumotte naitetara
Sonata no kubi wo chon to kiru zo
Kyuhyun ikut menyanyikan lagu itu bersama-sama. Dengan Ji
Hyun, artis yang kini mebintangi flim yang berasal dari ide dan naskahnya.
Kini Kyuhyun sudah meraih semua
impiannya sejak dulu.
Menulis naskah bukanlah hal yang sulit lagi bagi Kyuhyun. Kyuhyun
kini menjadi penulis besar, yang menuliskan segala apa yang dia lihat, dengar,
dan rasakan menjadi sebuah kisah.
“Kau percaya teru teru bozu?” Tanya Kyuhyun pada Lee
Sungmin. “Iya ,, memang kenapa oppa?” Tanya Lee
Sungmin penasaran.
“Tidak, hanya saja aku merasa kau adalah Lee Sungminku. Si
gadis teru teru bozu.” Lee Sungmin hanya mengerutkan keningnya tak
mengerti perkataan Kyuhyun.
‘Semoga kamu adalah Lee Sungmin si gadis teru
teru bozu-ku. Aku yakin kau lah Lee Sungmin jodohku, karena kita
dipertemukan oleh teru teru bozu itu lagi’ gumam Kyuhyun dalam hati.
FIN ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar