Senin, 18 Maret 2013

Harapan Itu Akhirnya Tertidur




Harusnya aku tak perlu mengenal kisah-kisah romantis itu. Yang hanya mencekokiku dengan semua keindahannya. Aku sudah melangkah di jalan yang salah. Tidak bahkan bukan lagi melangkah. Ini sudah seperti berjalan dan berlari sangat jauh.

Harusnya dari dulu aku sadar bahwa cinta yang murni adalah cinta untuk-Mu. Bukan untuk siapa-siapa. karena-Mu dan bukan karena nafsu atau hal lain.

Awalnya aku menyambut semua dengan hangat. Tanpa ada keluh kesah dan bahkan berpikir bahwa masa ketika angin sudah tak lagi berhembus datang menyapaku. Harusnya aku tau bahwa kau tak lebih dari angin. Yang hanya datang memberi kesejukan lalu pergi lagi tanpa permisi.

Sudahlah, untuk apa kau seperti ini nak! Kau tau bukan Tuhan selalu punya maksud indah dalam setiap kejadian yang digariskannya? Dan hal itu berlaku pula pada kisahku.

Biarlah kisah ini membuatku menjadi semakin dewasa. Menjadi seorang wanita yang kuat. Menjadi manusia-manusia yang bisa hidup dengan tanganmu sendiri.Cukup menikmatinya dari sini. Menyaksikan kisahnya terselesaikan dan meniti kembali mozaik kisahku.

Bukankah cinta memang tak harus memiliki? Ini hanya sebuah bumbu dalam kisahku. Yang membuatnya semakin mempesona.

Kini ku ikrarkan padamu bulan. Bahwa aku tak akan lagi menggantungkan harapan itu di pundakmu. Saat ini juga aku akan mengambilnya. Membawanya jauh ke negeri entah berantah. Cukup kau tahu rasanya dan bagaimana.

Bodohnya baru aku sadar bahwa termyata salju memang tak akan pernah turun di Jakarta. Tak peduli sekuat apa pun aku berusaha. Dan dengan tak adanya harapanku lagi di pundakmu, saat itulah kisah sang pengagum yang kini bukan lagi rahasia berakhir. Walau tanpa akhir yang bahagia. Setidaknya sang pemilik kisah beruntung. Karena cinta hadir dalam kisah hidupnya.

Semoga suatu saat nanti kau bisa memandang seorang gadis berumtung di sana, seperti aku yang memandangmu. 

Dia memang lebih dulu hadir dan mengisi kekosongan itu. Semoga semua harapanmu dengannya tak berakhir dengan tidur. Tak seperti harapanku.



                                                                                                   Dari Pengagummu setelah 3 bulan berlalu

Kamis, 14 Maret 2013

Dapatkah Menjadi Seperti Pohon dan Angin




Aku memandangmu lagi. Jatuh lagi kedalam keindahanmu. Dan itu membawaku pergi jauh ke masa lalu. Menari mengikuti alunan lagu yang indah di dalamnya.

Apakah kau masih bsa mendengarnya? Mendengar alunan lagu itu yang membuatku menari? Jika kau masih bisa mendengarnya, lalu bisakah kau melihat aku yang menari bahagia di dalamnya? Dapatkah kau lihat betapa bahagianya aku?

Berulang kali aku berteriak pada angin bahwa aku ingin seperti itu lagi. Aku ingin menari dengan alunan lagu itu. Lagu yang kau ciptakan. Lagu yang memberi keindahan dalam hidupku. Memberi berjuta rasa baru dengan sensasi yang berbeda. Karena aku berharap dengan berteriaknya aku pada angin maka kau akan tahu. Karena aku pikir angin akan membawa jeritanku bersama belaian lembutnya yang mengibarkan beberapa cabang rambutmu.

Jika ujung dari blackhole itu dapat kubengkokan, aku akan menelusuri lorongnya. Berharap bertemu masa lalu yang mempertemukanku dengan satu kejadian itu lagi. Kejadian di mana kaulah yang menjerit pada angin itu. Kaulah yang memohon padaku untuk mengulang semua masa indah yang kita lalui.

Maka ketika masa itu datang aku tak akan ragu untuk mengatakan “Ya”. Aku tak akan ragu untuk memulai semua kenangan itu lagi.

Aku tahu kau merasakan semuanya. Semua jeritanku pada angin. Tapi aku tak tahu kenapa kau tak menjawabnya. Apakah kau tidak seperti dulu lagi? Apakah kau sudah tak ingin mengulang kenangan itu lagi? Atau kau sudah menemukan aku yang lain dalam kehidupanmu saat ini?

Tuhan, aku ingin membuat sebuah pengakuan. Pengakuan bahwa aku sungguh menyesal. Membubuhkan tanda hitam di atas putih tentang salju yang turun di Jakarta itu. Menunggumu hingga salju turun di Jakarta.

Dapatkah aku menemukan sebuah pengahapus atas goresan hitam itu? Bukan sebuah tip-ex yang hanya bisa menutupi goresan itu lalu membubuhkan kata-kata baru. Aku ingin semua tanda hitam itu hilang.

Mereka berkata bahwa ‘buang saja kertasnya, maka otomatis tanda hitam itu juga hilang’. Tapi kenyataannya aku hanya memiliki satu kertas yang jika aku membuangnya, maka tak akan ada tanda warna warni yang dapat kau ciptakan.

Kini rasa yang penuh harapan ini berubah menjadi pegagum. Pengagum diam-diam.
Dan aku sadar bahwa perasaan ini akan kubawa entah sampai kapan. Mungkin akan sepertimu. Sampai aku menemukan kamu yang lain dalam hidupku dikemudian hari.

Tapi setidaknya jika kau tak bisa bernyanyi lagi untukku, bisakah kita menjadi pohon dan angin? Kau yang seperti pohon dengan cabang uniknya yang mempesona dan aku dengan angin yang membantumu bergerak, mengekspresikan semua rasamu?

Namun aku menyadari satu hal. Yang membuatku masih bertahan hingga saat ini. Bertahan dan mencoba membuat rantingmu bergerak dengan sepoi anginku.

“Kehilangamu ternyata lebih baik dari pada tidak mengenalmu sama sekali. Karena dengan mengenalmu aku mengerti bahwa waktu menjadi sangat berharga”

Senin, 04 Maret 2013

Ketika Bayanganmu Bukan Lagi Milik Dirimu

"Iya, hanya aku saja yang mencintainya"


Kau tahu seperti apa rasanya ketika kata-kata terucap begitu saja? Hanya satu kalimat memang, namun sangat dalam sakitnya.


Kata-kata itu dimulai ketika 4 tahun lalu dengan seragam putih biru yang kukenakan. Entah angin dari mana hingga tiba-tiba rasa itu datang dan mengubah semua pandanganku tentangmu.


Sabtu, 02 Maret 2013

Bukan Matahari dan Angin



Semua orang berfikir bahwa matahari adalah hal terindah dan paling berharga dalam hidupnya. Namun hal itu tak berlaku bagiku. Aku tak pernah memilih kau sebagai matahari untukku. Matahari dengan segala kelebihannya yang jelas tersohor.

Aku butuh kamu yang bisa menghargai aku. Bukan matahari yang seakan sombong karena sinarnya yang di sama-samakan dengan sang bulan. Dan yang paling penting adalah karena aku tak mau kau hanya ada di saat pagi hingga senja, dan hilang ketika malam menyapa.