Kamis, 14 Maret 2013

Dapatkah Menjadi Seperti Pohon dan Angin




Aku memandangmu lagi. Jatuh lagi kedalam keindahanmu. Dan itu membawaku pergi jauh ke masa lalu. Menari mengikuti alunan lagu yang indah di dalamnya.

Apakah kau masih bsa mendengarnya? Mendengar alunan lagu itu yang membuatku menari? Jika kau masih bisa mendengarnya, lalu bisakah kau melihat aku yang menari bahagia di dalamnya? Dapatkah kau lihat betapa bahagianya aku?

Berulang kali aku berteriak pada angin bahwa aku ingin seperti itu lagi. Aku ingin menari dengan alunan lagu itu. Lagu yang kau ciptakan. Lagu yang memberi keindahan dalam hidupku. Memberi berjuta rasa baru dengan sensasi yang berbeda. Karena aku berharap dengan berteriaknya aku pada angin maka kau akan tahu. Karena aku pikir angin akan membawa jeritanku bersama belaian lembutnya yang mengibarkan beberapa cabang rambutmu.

Jika ujung dari blackhole itu dapat kubengkokan, aku akan menelusuri lorongnya. Berharap bertemu masa lalu yang mempertemukanku dengan satu kejadian itu lagi. Kejadian di mana kaulah yang menjerit pada angin itu. Kaulah yang memohon padaku untuk mengulang semua masa indah yang kita lalui.

Maka ketika masa itu datang aku tak akan ragu untuk mengatakan “Ya”. Aku tak akan ragu untuk memulai semua kenangan itu lagi.

Aku tahu kau merasakan semuanya. Semua jeritanku pada angin. Tapi aku tak tahu kenapa kau tak menjawabnya. Apakah kau tidak seperti dulu lagi? Apakah kau sudah tak ingin mengulang kenangan itu lagi? Atau kau sudah menemukan aku yang lain dalam kehidupanmu saat ini?

Tuhan, aku ingin membuat sebuah pengakuan. Pengakuan bahwa aku sungguh menyesal. Membubuhkan tanda hitam di atas putih tentang salju yang turun di Jakarta itu. Menunggumu hingga salju turun di Jakarta.

Dapatkah aku menemukan sebuah pengahapus atas goresan hitam itu? Bukan sebuah tip-ex yang hanya bisa menutupi goresan itu lalu membubuhkan kata-kata baru. Aku ingin semua tanda hitam itu hilang.

Mereka berkata bahwa ‘buang saja kertasnya, maka otomatis tanda hitam itu juga hilang’. Tapi kenyataannya aku hanya memiliki satu kertas yang jika aku membuangnya, maka tak akan ada tanda warna warni yang dapat kau ciptakan.

Kini rasa yang penuh harapan ini berubah menjadi pegagum. Pengagum diam-diam.
Dan aku sadar bahwa perasaan ini akan kubawa entah sampai kapan. Mungkin akan sepertimu. Sampai aku menemukan kamu yang lain dalam hidupku dikemudian hari.

Tapi setidaknya jika kau tak bisa bernyanyi lagi untukku, bisakah kita menjadi pohon dan angin? Kau yang seperti pohon dengan cabang uniknya yang mempesona dan aku dengan angin yang membantumu bergerak, mengekspresikan semua rasamu?

Namun aku menyadari satu hal. Yang membuatku masih bertahan hingga saat ini. Bertahan dan mencoba membuat rantingmu bergerak dengan sepoi anginku.

“Kehilangamu ternyata lebih baik dari pada tidak mengenalmu sama sekali. Karena dengan mengenalmu aku mengerti bahwa waktu menjadi sangat berharga”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar