Minggu, 08 Maret 2015

Gebang Sekolah (Potongan Sungai Impian ke 1)

       Aku datang lagi setelah tersadar dalam keterpurukan panjang. Kini aku hadir lagi, mengabsen goresan tanganku pada sejarah. Aku tak tahu bagaimana bisa aku melupakan hal sepenting "menulis", entahlah, semua seperti terjadi begitu saja. Ternyata memang benar waktu berjalan sangat cepat. Letak kebodohannya adalah aku yang tak berpikir untuk bergerak. Hanya terus diam memandang mimpi yang kugantung bersama bintang setiap malamnya. 
       Untuk orang yang pernah kuberikan kesediaan menuliskan kisahmu, dengan setulus hati aku meminta maaf. Maaf karena sampai saat ini aku bahkan belum melanjutkan menulis kata-kata terhitung saat terakhir kali aku menulis kisahmu. aku akan mulai melangkah dan berlari, jadi kumohon bersabarlah sebentar lagi.

       Kisah ini tentang perjalan menuju impian. perahu yang mengarungi sungai panjang tanpa tahu apan akan berakhir.

       Sama seperti manusia pada umumnya, yang lahir sambil menangis. Yang setelahnya terus berkembang mulai bisa melakukan banyak hal. Berjalan, berbicara, menghapal banyak kosakata baru, lalu bersekolah untuk lebih mengenal dunia. Dimulai dari sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. dari semua fase itu kini aku berada pada fase perguruan tinggi. Ya, pergi belajar menuntut ilmu di perguruan tinggi. Dari semua fase yang sudah aku lewati, kurasa fase sekolah menengah akhir adalah fase dengan begitu banyak perasaan yang tertulis menjadi sebuah kenangan terjadi di hati ini. Di mana beragam kisah dan hal yang baru kutemukan di sini.

       Tiga tahun yang lalu aku berdiri di depan gerbang itu. Gerbang yang akan menjadi tempatku menuntut ilmu di jenjang sekolah menengah akhir. Dengan masih menggunakan seragam sekolah menengah pertama aku memasuki sekolah itu dengan perasaan berdebar menantikan pengumuman penerimaan siswa baru. Mungkin kau tak  tahu betapa gugupnya aku. Sejak pagi aku bersama temanku yang mendaftar sekolah yang sama sudah menuju ruang guru untuk  bertanya perihal penerimaan siswa baru bahkan ketika ternyata guru yang menangani siswa yang ingin melanjutkan sekolah itu belum datang.

       Tak sabar menunggu aku dan temanku bergegas menuju warnet terdekaT sekolah kami. Pada pagi yang segar di pertengahan tahun 2011 itu dengan penuh semangat aku dan seorang temanku membelah jalanan kotaku, kota kecil di pinggiran pulau Jawa, bersemangat melihat hasil pengumuman. Aku dengar sekolah yang aku tuju memiliki teknologi dan pendidikan yang cukup lebih maju dibanding sekolah lainnya di tempatku, bahkan saat itu kudengar pengumuman mahasiswa baru pun bisa dilihat lewat internet.

      Tak menemukan apa yang kami cari, kami kembali menuju sekolah melihat kembali ke ruang guru apakah guru yang kami cari sudah datang. Setelah kembali, ternyata pengumuman akan diumumkan di sekolah yang kami tuju menjelang tengah hari nanti. Saat itu rasanya waktu berjalan sangat lambat, bahkan lebih lambat dari seekor siput yang tengah berjalan. Di sanalah aku berdiri. Di depan gerbang sekolah menengah akhir yang kutuju. 

       Saat itu sudah tampak banyak siswa setingkatku yang mengerumuni papan pengumuman. Kulihat diantaranya berteriak girang sambil terus mengucapkan rasa syukur, namun ada pula yang terlihat menangis dalam rengkuhan kawanya. Dengan perlahan aku masuk ke dalam kerumunan manusia itu, mencari kalau-kalau Tuhan mengizinkan namaku ada di sana.

       "Alhamdulillah". Puji syukur kuucapkan ketika tahu bahwa aku menjadi salah satu siwa baru di sekolah tersebut. Seketika hilang sudah rasa yang sejak tadi aku tahan dikala melihat anak-anak lain dengan seragam elitnya. Ya, mereka semua kebanyakan datang dari sekolah favorit di kotaku. Tak disangka siswa dari sekolah biasa sepertiku bisa turut menjadi bagian dari keluarga besar sekolah itu. Saat itu dengan perasaan bahagia aku pulang membawa berita gembira untuk Ayah dan Ibu.

      Itu menjadi titik awal di mana hidupku yang sesungguhnya dimulai. Bagaimana rasanya berdiri diantara orang-orang cerdas, kini aku tahu rasanya. Melangkah di atas tanah di lingkungan yang diperjuangkan hampir seluruh siswa di kotaku, aku tahu rasanya. Hari itu di tengah panasnya terik mataahari yang menyinari kotaku yang memang sudah panas karena terletak di daerah pantai, aku bersama siswa baru lainnya melangsungkan Apel penutupan hari pertama Masa Orientasi kami. saat itu aku benar-benar berada di tengah orang-orang baru karena hanya kira-kira sebelas orang saja yang berasal dari sekolahku, tidak seperti anak lainnya yang bahkan seperti pindah kelas saja. Saat itu aku berdejavu, merasakan kembali bagaimana rasanya menjadi murid baru seperti saat pertengahan sekolah menegah pertama, saat aku menjadi murid baru. Beberapa diantara siswa dari sekolah menengah pertama memang teman sekolah dasarku, namun seperti layaknya pergi jauh dan datang lagi ke tempat yang sama berpuluh-puluh tahun kemudian, pastilah terasa asing. Seperti itulah aku dan teman-teman masa sekolah dasarku.

       Aku tak tahu setelah ini apa yang akan terjadi. akan jadi apa nanti aku di sekolah ini. Bagaimana masa depanku. Semua dimulai saat itu. Hari dimana masa penuh gejolakku di mulai. Masa yang menunjukkan padaku banyak rasa bahagia, sedih, dan juga rasa sakit.Masa yang mengenalkanku den mimpi dan cinta, juga rasa sakitnya.




"Ternyata mereka memang berkata jujur bahwa SMA adalah masa terindah dan tak terlupakan. aku sudah membuktikannya dan aku mempercayainya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar