Kamis, 11 Januari 2018

Pelanggaran Kode Etik Profesi Keteknikan

Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping. Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).
Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick.

Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area
sumur.
(Wikipedia.org)

Engineering merupakan keahlian yan penting dan sangat dibutuhkan, seorang engineer harus bisa bertanggung jawab terhadap apa-apa yang ia kerjakan terutama dalam bidang yang berhubungan dengan keahliannya, maka dalam menjalankan pekerjaannya seorang enginer harus berhati-hati ,dilakukan dengan teliti dan cermat, tidak ada kata teledor bagi seorang engineer karena apabila dia melakukan kesalahan maka akan merugikan banyak pihak.hal ini sesuai dengan salah satu kode etik engineering.
Adapun kode etik engineering yang harus dipegang oleh seorang engineer adalah seebagai berikut:
1.      Engineer harus mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan umum
2.      Engineer hanya boleh memberikanpelayanan dalam bidang kompetensinya
3.      Engineer dalam mengeluarkan pernyataan pada publik harus dengan cara yang obyektif dan benar
4.      Bertanggung jawab dan tidak ngakal-ngakalin
5.      Memperlakukan klient dengan hubungan yang saling percaya
Namun dewasa ini kode etik engineering seakan-akan dihiraukan sehingga banyak sekali pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seorang engineer, munkin salah satu penyebabnya adalah ketika idealisme yang terkandung dalam kode etik tak sejalan dengan kenyataan atau apa yang diinginkan oleh seorang engineer. Berikut ini beberapa faktor pelanggaran kode etik engineering:
1.      Pengaruh sifat kekeluargaan
Orang sering berpikir “toh orang yang akan peduli dan menolong apabila aku susah ujung-ujungnya ya keluarga aku juga” hal inilah yang menjadi alasan bagi sebagian engineer untuk memilih kepentingan pribadi dan keluarga dibanding kepentingan umum
2.      Pengaruh jabatan
Sebagai engineer tentunya akan bekerja pada bos, kadang seorang engineer dipaksa patuh terhadap aturan atau keputusan yang dikeluarkan oleh si bos meskipun aturan itu bertentangan dengan kode etik , apabila tidak patuh ancamannya mungkin berupa pemecatan, pengurangan gaji, dan sebagainya . jika sudah begitu,maka bagi yang takut kehilangan pekerjaan atau takut akan sangsi  dia akan memilih patuh meskipun bertentangan dengan kode etik
3.      Pengaruh materialisme
Tak bisa dipungkiri alasan orang ingin menjadi engginer adalah UUD (ujung ujungya duit) , orang lebih mementingkan bagaimana cara mendapatkan uang yang banyak , apapun caranya.
Kita ambil contoh no 2, sebagai seorang engineer umumnya bekerja pada bos yang man abos itu bisa jadi latar belakangnya tidak sama dengan bidang keahlian kita . bisa jadi si bos tak mengenal kode etik dalam engineering .
Misalkan demi suatu kepentingan , seorang engineer di bidang teknik sipil yang sedang mengerjakan proyek pembangunan jembatan  di suruh oleh bosnya memanipuasi data atau perhitungan baik itu mengurangi bahan atau menurunkan kualitas suatu material yang bisa menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lainnya, karna alas an patuh pada atasan, takut dipecat atau mungkin tergoda dengan bayaran yang ditawarkan oleh si bos maka si engineer ini rela melanggar kode etik yang sudah ada.
            Bayangkan! Apabila semua engineer bertingkah laku seperti pada contoh atau semua engineer merasa tidak merasa berdosa ketika apa yang dia lakukan ternyata bertentangan dengan kode etik , niscaya akan terjadi kesemerawutan di setiap bidang . yang tentunya masyarakat umum lah yang dirugikan .

Seperti yang kita tahu, dalam masyarakat Engineer amat dibutuhkan dan amat berperan dalam menyejahterakan dan memudahkan kehidupan dalam masyarakat. Engineer banyak dituntut untuk berpikir kritis, bukan secara asal-asalan melainkan dengan bukti dan data yang telah dihitung yang ditinjau secara matematika dan sains.
            Secara umum suatu tindakan akan memunculkan suatu peraturan demikian pula pada Engineering, dimana para Engineer dituntut untuk mengikuti Kode Etik Engineer. Namun kebanyakan orang tidak sadar ataupun sengaja melanggar kode etik tersebut, sehingga menimbulkan masalah di masyarakat yang alhasil bukan membantu namun semakin mempersulit masyarakat.
            Salah satu pelanggaran kode etik engineer yang cukup kita kenal pada peristiwa blow out lumpur lapindo. Umumnya bencana ini terjadi karena adanya mud volcano atau lumpur bawah tanah. Yang kedua adalah karena fenomena UGBO di mana fluida bawah tanah seperti air, minyak, atau gas keluar tanpa melalui lubang pengeboran.
             Penjelasan ilmiah atau secara umum semata-mata akan membawa kita pada kesimpulan bahwa banjir lumpur di Sidoarjo adalah sebuah bencana alam. Namun dibalik itu semua pastilah ada factor manusia yang bekerja dibelakangnya sehingga alam pun bertindak. Aktivitas pengeboran, teknik apa yang digunakan, serta lokasi pengeboran adalah keputusan-keputusan yang diambil oleh manusia. Seperangkat keputusan inilah yang menjadi titik awal terjadinya bencana, para ahli kebanyakan hanya menduga tanpa memperhitungkan lebih dalam tentang pengeboran ini. Dari sudut pandang ini, tragedi lumpur panas bukanlah bencana alam, tetapi bencana teknologi yang terjadi karena kegagalan pengoperasian sistem teknologi.
            Kasus lumpur Lapindo menunjukkan ketiadaan etika rekayasa yang merupakan salah satu kode etik engineer. Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengeboran di Sidoarjo kebanyakan ahli hanya berpikir kaku yang hanya berorientasi pada kebutuhan industri tanpa pernah peduli implikasi dari teknologi yang mereka gunakan di masyarakat. Mereka yang awalnya bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat malah sebaliknya menyusahkan masyarakat dan juga menyulitkan pemerintah karena banyaknya dana yang harus ditanggung oleh pemerintah
            Ketiadaan etika rekayasa adalah salah satu faktor yang mesti menjadi pelajaran penting agar kasus seperti lumpur Lapindo tidak terulang kembali. Masyarakat kita sudah terlalu letih dengan berbagai bencana alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar