Rabu, 14 Oktober 2015

Sarjana Sia-Sia itu Harta Milik Indonesia

Dewasa ini kesadaran masyarakat terhadap pendidikan semakin meningkat. Terbukti dengan banyaknya sarjana dan semakin menjamurnya sekolah-sekolah, baik tingkat SD, SMP, ataupun SMA dan SMK. Dari negeri sampai swasta. Dari nasional sampai internasional.

Indonesia saat ini memang memiliki pemuda atau usia produktif lebih banyak dibanding golongan lanjut usia dan anak-anak. Hal ini harusnya menjadi kesempatan besar bagi Indonesia untu semakin berkembang. Karena banyaknya pemuda usia produktif berarti kesempatan untuk berkembang semakin banyak dan sangat terbuka lebar. Apabila Indonesia jeli dan mulai menjalankan rencana yang matang dengan sedikit kesabaran, maka sepuluh atau dua puluh tahun lagi Indonesia akan berdiri di atas Jepang dan Amerika. Tidak mungkin? Memang terdengar naïf. Namun kenapa tidak?

Indonesia memiliki semua syarat yang dibutuhkan untuk menjadi sebuah Negara maju. Namun keseriusan pemerintah yang kurang dalam menangani hal tersebut menyebabkan Indonesia masih merangkak dan bahkan berjalan di tempat. Indonesia butuh revolusi industry besar-besaran. Bukan sistem industry dan pendidikan yang seperti Jepang, Amerika, dan Finlandia, tapi industry dan pendidikan yang Indonesia.

Jika Jepang terkenal dengan teori industry kura-kuranya yang terbukti sangat sukses, Amerika yang terkenal dengan teori industry kelincinya yang sudah ampuh menguasai dunia industry sebelum Jepang muncul, atau Korea yang sedang gencar-gencarnya memajukan industrinya dengan sentuhan kebudayaannya, maka Indonesia perlu menciptakan sebuah sistem industry yang sangat Indonesia. Bukan, kura-kura, kelinci atau yang lainnya. Tak hanya dalam bidang industry, revolusi juga perlu dilakuakn di bidang pedidikan. Kenapa disebut revolusi? Karena perubahan untuk menjadi kuat dan bertahan memerlukan waktu lama, bukan satu tahun atau dua tahun, tapi puluhan tahun. Karena itu dibutuhkan kesabaran dan komitmen yang tinggi untuk mewujdkan Negara maju yang layak huni dan ramah.

Pendidikan menjadi factor utama sebelum dilakukannya revolusi industry besar-besaran. Karena berkat pendidikanlah sebuah revolusi tercipta. Pendidikan di Indonesia meang sudah jauh lebih baik dari masa-masa sebelumnya, namun hal ini belum maksimal.

Permasalahan umum yang bukan lagi menjadi rahasia bagi insan berpendidikan adalah sukarnya memperoleh pekerjaan. Padahal berbekal ijazah dari peerguruan tinggi ternama, IPK sangat memuaskan dan jurusan yang penuh perjuangan untuk meluluskan diri. Hingga akhirnya mereka yang unggul memilih mencari pekerjaan di Negara orang lain. Mengabdikan dirinya untuk memperkaya Negari lain. Bukan negerinya  sendiri.

Bekerja merupakan syarat suatu manusia untuk menjadi manusia sewajarnya. Pakah bekerja itu? Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu. Karena itulah mereka yang menyisihkan waktunya menutut ilmu di bangu perkuliahan ingin segera bekerja selepas lulus.

Selain karena ketidakseriusan pemerintah mengatasi masalah-masalah di negeri ini, kesulitan lapangan pekerjaan juga disebabkan karena pribadi pemuda Indonesia itu sendiri yang cenderung malas dan udah menyerah. Secara history Indonesia mengambil pengaruh besar terhadap kehidupan akibat penjajahan Belanda yang terjadi selama ratusan tahun. Itulah kenapa masyarakat bahkan pemuda Indonesia berpikir untuk bekerja dan hanya bekerja.

Jika mereka sulit mencari pekerjaan kenapa tidak membuka lapangan pekerjaan saja? Lebih tepatnya bukan mencari pekerjaan, tapi menciptakan pekerjaan itu sendiri. Bukankah selain bisa memperkerjakan diri sendir juga bisa menyerap pemuda-pemuda lain yang memiliki kesulitan yang saa mengenai lapangan pekerjaan. Ini semua juga dipengaruhi karena kebiasaan penduduk Indonesia menjalani kerja Rodi pada masa penjajahan Belanda. Sehingga yang ada dipikiran mereka adalah bekerja, bekerja, dan bekerja. Hanya segelintir orang yang berani berbisnis, karena berbisnis terkenal penuh resiko.

Selain penyebab dari segi historical, juga dari segi mainset orang-orang Indonesia yang money oriented. Hamper semua orang tua menyekolahkan anaknya dengan harapan akan mendapat pekerjaan yang nyaman dengan penghasilan yang besar sehingga dapat hidup berkecukupann dan tenang. Memang hal ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan, karena setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun hal ini justru menimbulkn masalah lain, yaitu manusia menjadi menghlalkan berbagai cara untuk mendaapatkan kemakmuran duniawi.

Kurangnya pengembangan dan pemberdayaan pemuda jug menjadi factor yang cukup berpengaruh. Karena sebenarnya pemuda ada dalam masa yang produktif, yang apabila dimaksimalkan akan menghasilkan hasil yang luar biasa. Pemuda juga mudah untuk menangkap hal-hal baru. Sehingga kesempatan untuk menguasai suatu bidang tertentu lebih terbuka luas.

Karena kesulitan mencari pekrjaan akhirnya tingkat pengangguran semakin tinggi. Jika tingkat pengangguran sudah semakin tinggi, maka tingkat kejahatan akan sejalan perkembangannya dengan tingkat pengangguran. Dari sisi lain para pelaku kejahatan juga membutuhkan uang untuk melanjutkan hidup, sehingga mereka yang tidak bekerja memilih menjadi pelaku kejahatan.

Ini menjadi tugak kita bersama sebagai warga negara Indonesia. Tugas pemerintah untuk mengapresiasi dan mengembangkan karya par pemuda negeri, memberi fasilitas agar para pemuda dapat brkembang, menegakkan hokum, dan berperan aktif memajukan industry Indonesia. Tugas para pemuda adalah belajar dengan giat, terus mengembangkan diri, memupuk rasa nasionalisme untuk mengabdi pada negeri, berperan aktif dan menciptakan ide-ide baru yang bermanfaat. Tugas orang tua untuk terus memberi pendidikan kepada anak mereka tak hanya pendidikan formal tapi juga pendidikan moral, ikut memupuk rasa cinta negeri atau nasionalisme, memberikan perlindungan dan dukungan aktif. Tugas kami semua masyarakat Indonesia untuk mengawasi berjaannya pemerintahan dan rencana memajukan negeri.

Referensi : 

1. Sumardjo Jakob. Orang Baik Sulit Dicari. 1997. Bandung : Penerbit ITB Bandung

2. Widyahartono Bob. Belajar dari Jepang. 2003. Jakarta : Salemba Empat

Masihkah ada?

Kota, sebuah tempat di mana berbagai hal berkembang, dibahas, dan terus berinovasi. Di mana semua jenis manusia dimuka bumi ini bertemu. Masyarakat kota atau yang sering disebut urban community tidak hanya memiliki perhatian khusus pada pakaian, makanan, dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian lebih luas lagi. Orang kota sudah memandang penggunaan hidup, tidak hanya sekadarnya atau apa adanya, atau yang dalam bahasa mudahnya disebut gengsi.

Masyarakat kota terkenal dengan masyarakatnya yang individualis. Ini terjadi karena mobilitas masyarakat kota sangat tinggi dan juga karena masyarakat kota sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan kemajuan teknologi. Seperti contohnya kini untuk mencuci masyarakat kota tak lagi membutuhkan manusia untuk membantu pekerjaannya tersebut, cukup dengan mesin cuci maka semua pakaian kotor akan dicuci oleh mesin. Kita hanya perlu menunggu beberapa menit. Bahkan jeda waktu menunggu itu pun bisa digunakan untuk melakukan hal lain.

Karena sifat individualis itulah maka masyarakat kota memiliki solidaritas sosial yang sangat rendah. Tak peduli dengan sekitar. Hubungan yang dijalin terhadap sesama manusia bukan lagi merupakan kebutuhan sosial, tetapi bergeser kepada suatu kepentingan. Singkatnya masyarakat kota akan menjalin hubungan apabila hubungan tersebut membawa keuntungan bagi dirinya. Maka tak heran mereka memiliki solidaritas sosial yang sangat rendah. Siapa yang mau repot-repot menolong seorang nenek yang kelelahan membawa tas yang sangat berat di stasiun. Apa yang akan mereka dapatkan jika menolong nenek itu? Mereka justru akan kehilangan waktu untuk menuju kantor. Siapa yang mau repot-repot menyisihkan waktunya membantu seorang kakek yang terjatuh di peron stasiun karena bingung melihat begitu banyaknya manusia yang berjalan sangat cepat, mengejar kereta yang akan berangkat? Mereka justru akan kehilangan uang. Krena keterlambatan mereka sampai di tempat kerja berbuntut potong gaji.

Ironis? Memang seperti itulah masyarakat kota yang katanya berpendidikan tinggi dan berpikiran maju. Yang katanya turut ambil memajukan perekonomian Indonesia. Dalam kasus tersebut saja tak ada masyarakat kota yang peduli, apa lagi pada masyarakat miskin yang begitu banyak bertebaran di seluruh penjuru kota. Kepada pemulung yang ditemuinya di pinggir jalan hanya diberinya tatapan meremehkan atau bahkan menghina, memang ada yang menatap kasihan, tapi hanya sekedar tatapan. Tak ada yang menanyakan sudahkah ia makan, lebih baik mengajaknya makan walau hanya di warteg pinggir jalan, atau bahkan hanya sekedar memberinya senyuman. Bukankah agama mengajarkan bahwa senyum adalah sedekah?

Mobilitas masyarakat perkotaan yang begitu tinggi membuat mereka terburu-buru, menunda waktu sholat untuk yang muslim, atau malah justru meinggalkannya. Kalaupun menunaikan sholat, hanya sekedar menunaikan kewajiban. Membasahi beberapa bagian tubuh dengan air, lalu melakukan gerakan-gerakan dengan sangat cepat, dan berlalu tanpa mengadahkan tagan terlebih dahulu. Lupa untuk berdo’a, meminta kepada yang memberikan hidup sampai saat ini. Apa lagi untuk melaksanakan qiyamul lail? Puasa sunnah? Shodaqoh? Mereka lupa bahwa mereka hidup hanya sementara. Pertanggungjawaban atas pekerjaan dan mencari nafkah tidak akan membantu proses hisab diakhirat nanti. Itupun kalau mereka jujur bekerja, kalau korupsi?

Polemik kehidupan di kota merupakan masalah yang tak kunjug meiliki titik terang. Tak hanya pribadi masyarakatya, tapi juga masalah lain yang mengguung mennunggu untuk diselesaikan. Perkembangan industry diperkotaan sejalan dengan mobilitas masyarakatnya dan sejalan dengan tingkat kejahatannya apabila kota tidak diatasi secara benar.

Namun dari semua itu sungguh masihkah ada orang baik yang menginspirasi, masih ada orang-orng tulus yang mau mebantu, dan orang berani yang mau mengabdi?


Referensi: 

1. Sumardjo Jakob. Orang Baik Sulit Dicari. 1997. Bandung : Penerbit ITB Bandung

2. Drs. Ahmadi Abu. Ilmu Sosial Dasar. 2009. Jakarta : Rineka Cipta

Jumat, 25 September 2015

An Old Vehicle at The Center of Capital City

Around two days ago i had test at the one of top university in Indonesia. It was located in Central Jakarta. The test was one of the way to make smoething possible.

That was the first time I joined the test and it was felt a little bit puzzle. Actualy i didnt know what the speakers of the test said, but i just wanna try my best to finish the test.

I went there by train and i stopped at Cikini station and then I used kopaja to continue trip, it was looked like a little bus but it was not all. And then after a few minutes i arrived at the place of the test.

When I had finished the test, I went fastly to the station because of the time has pointed out 3 oclock. And it was meant that the train would had been full of people. Without knowing to go to the station i just believe my self. I followed the way and crossed a way. At that time i was asking some one how to get the station from here. And then he said, "you can go there buy bemo to maggarai station. It is only 4000 rupiah."

Definitely i frequently have heard 'bemo' but i dont sure i know how bemo looks like. Hahahaha lol. And then i asked about bemo to the pedlar that selling bakpao. For few moment i think he think 'how rube this girl is, she dont even know how bemo looks like'. But actually i dont care what he thinks about. Because i just wanna get home quickly.

When i have been on bemo i just feel. Oh my gosh this is my first time riding bemo. How pity i am. Live at village fir along time.

But on the way to station i just thinking how funny this country was. Around the way to station there were a lot of high and modern building and also there were a busway and the train but this country still has the old vehicle like this. At that time i just feel like. Oke, it my be the reasin why you must study abroad.

Central Jakarta, September 23th 2015


Jumat, 03 Juli 2015

Air Suramadu

Pergi berkelana menyambahi tempat-tempat baru adalah hal yangmenyenangkan. Menyaksikan dan merasakan indahnya ciptaan Tuhan. Bagi para traveler, traveling adalah bagian dari hidup. Ketika silaturahmi bisa terjalin, rasa yang berbeda saat menapaki tanah-tanah baru, merasakan air dari berbagai tempat, dan yang paling  tak terlupakan adalah ketika mata tak berkedip memandang keelokan ciptaan Tuhan, dan mulut tak bergeming mamjn hati yang senantiasa berdzikir, wujud kekaguman akan tempat yang disambangi.

2 tahun lalu, aku mengunjungi jembatan Suramadu dalam rangka study tour sekolahku. Jembatan Suramadu adalah jembatan yang menghubungi pulau Jawa tepatnya Kota Surabaya dan pulau Madura dengan melintasi selat Madura. Jembatan ini memiliki panjang 5438 meter dengan 8 lajur kendaraan. Jembatan ini juga merupakan jembatan yerpanjang di Indonesia. Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge).

Jembatan ini diresmikan awal pembangunannya oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003 dan diresmikan pembukaannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009. Pembangunan jembatan ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura, meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi di Madura, yang relatif tertinggal dibandingkan kawasan lain di Jawa Timur. Perkiraan biaya pembangunan jembatan ini adalah 4,5 triliun rupiah. Jembatan ini juga dirancang tahan gempa dan diperkirakan bertahan sampai 100 tahun.

Karena je,batan ini adalah jalan tol, maka kita tidak bisa turun untuk sekedar menikmati pemandangan laut lepas di atas jembatan. Namun mungkin akan lebih terasa jika menyebranginya menggunakan sepeda motor. Tak perlu hawatir jika tak membawa kendaraan beroda 2, karena disekitar jembatan terdapat ojek suramadu. Jasa tukang ojek untuk menyebrangi jembatan suramadu.

Memang tak banyak yang bisa dilakukan di sini. Namun ketika melalui jembatan ini, kita akan tahu bahwa konstruksi Indonesia tak kalah keren dengan negara lain. Jembatan ini juga akan lebih indah dilihat pada malam hari dengan lampu yang menghiasi tiang-tiang jembatan.

Sebelum beranjak ke tempat selanjutnya aku dan seorang temanku iseng-iseng turun ke bawah untuk seledar mengambil sebotol air suramadu sebagai oleh-oleh untuk teman kami yang tak kalah gila juga. Hahahaha, mungkin oleh-oleh air suramadu ini adalah salah satu dari hal konyol yang kami lakukan. Yang pwnting membawa buah tangan bukan?

Selasa, 31 Maret 2015

The power of politics

     
     
      Politik banyak menjadi perbincangan di semua tempat oleh berbagai macam kalangan. Cobalah bepergian dengan kendaraan umum, atau berdiam di tempat umum, atau bahkan ketika berkumpul dengan teman, maka hampir semua tempat itu membicarakan politik. Bahasannya macam-macam, bisa keluhan tentang kinerja pemerintah dan presiden dalam suatu bidang atau bahkan terkadang di semua bidang, kemudian saling berlomba beradu argumen mengenai bagaimana seharusnya sang subjek bertindak mengenai politik yang di bahas.
      Ketika politikus mendengar argumen mereka pastilah politikus itu berfikir berbeda dengan dalih kita tidak mengerti politiklah atau apalah. Namun pendapat ini sepenuhnya tidak salah, karena solusi kebanyakan dari masyarakat tak kalah baik dan bahkan sangat baik. Mereka hanya berpendapat dari kacamata mereka. namun satu yang sangat disayangkan. Mereka tidak berpikir bagaimana mereka harus turut berperanmemperbaiki politik yang sudah semerawut.
      Ketika diajukan pertanyaan pada beberapa mahasiswa mengenai kinerja pemerintah saat ini, kebanyakan dari mereka menggelengkan kepal dahulu sebelum memberikan pendapat. "Sekarang politik sudah sangat hancur Mbak. Para petinggi hanya berpikir bagaimana mendapat banyak uang, mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari jabatan yang diembannya." Ujar Retno, salah satu mahasiswa Universitas Gunadarma yang saat ini berkuliah di jurusan Teknik Industri. tak hanya itu, mahasiswa lain jug berpendapat, "Kepentingan politik di Indonesia membuat banyak bidang dirugikn. Lihat aja pendidikan di Indonesia sekarang. Selain masih sangat mahal, kualitasnya pun sangat tak sebanding. Bahkan saudara kita di perbatasan sana belum tentu bisa mengenyam penddikan. Namun mana peran pemerintah? Mereka hanya berorientasi pada uang, uang, dan uang." Ujar Titin, mahasiswa Universitas Gunadarma yang saat ini aktif berkuliah di jurusan Teknik Industri.
      Begitulah kiranya the power of politics. Ketika politik berkaitan dengan semua aspek namun tak lagi mengenal yang mana kawan, saudara, dan lawan. Ketika rakyat tak lagi berarti untuk politik negeri. Ketika kepentingan individu menjadi prioritas dalam politik.
      Hampir setiap orang di negeri ini akan berbicara hal yang negatif, bersifat mengkritik, dan memberi saran bagaimana seharusnya mengambil sikap. Sisi baik yang adaa dalam politik sirna sudah tertutup oleh fakta yang masyarakat dapatkan.


Minggu, 08 Maret 2015

Gebang Sekolah (Potongan Sungai Impian ke 1)

       Aku datang lagi setelah tersadar dalam keterpurukan panjang. Kini aku hadir lagi, mengabsen goresan tanganku pada sejarah. Aku tak tahu bagaimana bisa aku melupakan hal sepenting "menulis", entahlah, semua seperti terjadi begitu saja. Ternyata memang benar waktu berjalan sangat cepat. Letak kebodohannya adalah aku yang tak berpikir untuk bergerak. Hanya terus diam memandang mimpi yang kugantung bersama bintang setiap malamnya. 
       Untuk orang yang pernah kuberikan kesediaan menuliskan kisahmu, dengan setulus hati aku meminta maaf. Maaf karena sampai saat ini aku bahkan belum melanjutkan menulis kata-kata terhitung saat terakhir kali aku menulis kisahmu. aku akan mulai melangkah dan berlari, jadi kumohon bersabarlah sebentar lagi.

       Kisah ini tentang perjalan menuju impian. perahu yang mengarungi sungai panjang tanpa tahu apan akan berakhir.

       Sama seperti manusia pada umumnya, yang lahir sambil menangis. Yang setelahnya terus berkembang mulai bisa melakukan banyak hal. Berjalan, berbicara, menghapal banyak kosakata baru, lalu bersekolah untuk lebih mengenal dunia. Dimulai dari sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. dari semua fase itu kini aku berada pada fase perguruan tinggi. Ya, pergi belajar menuntut ilmu di perguruan tinggi. Dari semua fase yang sudah aku lewati, kurasa fase sekolah menengah akhir adalah fase dengan begitu banyak perasaan yang tertulis menjadi sebuah kenangan terjadi di hati ini. Di mana beragam kisah dan hal yang baru kutemukan di sini.

       Tiga tahun yang lalu aku berdiri di depan gerbang itu. Gerbang yang akan menjadi tempatku menuntut ilmu di jenjang sekolah menengah akhir. Dengan masih menggunakan seragam sekolah menengah pertama aku memasuki sekolah itu dengan perasaan berdebar menantikan pengumuman penerimaan siswa baru. Mungkin kau tak  tahu betapa gugupnya aku. Sejak pagi aku bersama temanku yang mendaftar sekolah yang sama sudah menuju ruang guru untuk  bertanya perihal penerimaan siswa baru bahkan ketika ternyata guru yang menangani siswa yang ingin melanjutkan sekolah itu belum datang.

       Tak sabar menunggu aku dan temanku bergegas menuju warnet terdekaT sekolah kami. Pada pagi yang segar di pertengahan tahun 2011 itu dengan penuh semangat aku dan seorang temanku membelah jalanan kotaku, kota kecil di pinggiran pulau Jawa, bersemangat melihat hasil pengumuman. Aku dengar sekolah yang aku tuju memiliki teknologi dan pendidikan yang cukup lebih maju dibanding sekolah lainnya di tempatku, bahkan saat itu kudengar pengumuman mahasiswa baru pun bisa dilihat lewat internet.

      Tak menemukan apa yang kami cari, kami kembali menuju sekolah melihat kembali ke ruang guru apakah guru yang kami cari sudah datang. Setelah kembali, ternyata pengumuman akan diumumkan di sekolah yang kami tuju menjelang tengah hari nanti. Saat itu rasanya waktu berjalan sangat lambat, bahkan lebih lambat dari seekor siput yang tengah berjalan. Di sanalah aku berdiri. Di depan gerbang sekolah menengah akhir yang kutuju. 

       Saat itu sudah tampak banyak siswa setingkatku yang mengerumuni papan pengumuman. Kulihat diantaranya berteriak girang sambil terus mengucapkan rasa syukur, namun ada pula yang terlihat menangis dalam rengkuhan kawanya. Dengan perlahan aku masuk ke dalam kerumunan manusia itu, mencari kalau-kalau Tuhan mengizinkan namaku ada di sana.

       "Alhamdulillah". Puji syukur kuucapkan ketika tahu bahwa aku menjadi salah satu siwa baru di sekolah tersebut. Seketika hilang sudah rasa yang sejak tadi aku tahan dikala melihat anak-anak lain dengan seragam elitnya. Ya, mereka semua kebanyakan datang dari sekolah favorit di kotaku. Tak disangka siswa dari sekolah biasa sepertiku bisa turut menjadi bagian dari keluarga besar sekolah itu. Saat itu dengan perasaan bahagia aku pulang membawa berita gembira untuk Ayah dan Ibu.

      Itu menjadi titik awal di mana hidupku yang sesungguhnya dimulai. Bagaimana rasanya berdiri diantara orang-orang cerdas, kini aku tahu rasanya. Melangkah di atas tanah di lingkungan yang diperjuangkan hampir seluruh siswa di kotaku, aku tahu rasanya. Hari itu di tengah panasnya terik mataahari yang menyinari kotaku yang memang sudah panas karena terletak di daerah pantai, aku bersama siswa baru lainnya melangsungkan Apel penutupan hari pertama Masa Orientasi kami. saat itu aku benar-benar berada di tengah orang-orang baru karena hanya kira-kira sebelas orang saja yang berasal dari sekolahku, tidak seperti anak lainnya yang bahkan seperti pindah kelas saja. Saat itu aku berdejavu, merasakan kembali bagaimana rasanya menjadi murid baru seperti saat pertengahan sekolah menegah pertama, saat aku menjadi murid baru. Beberapa diantara siswa dari sekolah menengah pertama memang teman sekolah dasarku, namun seperti layaknya pergi jauh dan datang lagi ke tempat yang sama berpuluh-puluh tahun kemudian, pastilah terasa asing. Seperti itulah aku dan teman-teman masa sekolah dasarku.

       Aku tak tahu setelah ini apa yang akan terjadi. akan jadi apa nanti aku di sekolah ini. Bagaimana masa depanku. Semua dimulai saat itu. Hari dimana masa penuh gejolakku di mulai. Masa yang menunjukkan padaku banyak rasa bahagia, sedih, dan juga rasa sakit.Masa yang mengenalkanku den mimpi dan cinta, juga rasa sakitnya.




"Ternyata mereka memang berkata jujur bahwa SMA adalah masa terindah dan tak terlupakan. aku sudah membuktikannya dan aku mempercayainya."

Jumat, 06 Maret 2015

Prinsip



Ditengah kompetitifnya dunia dengan berbagai macam tekanannya, di sana aku masih menemukan kesederhanaan. Kesederhaan mimpi, ambisi, dan hidup. Ya, kesederhanaan itu ada di negeriku.



Ketika hampir semua anak berlomba untuk mendapat pendidikan dan menjadi yang terbaik dalam jenjangnya, berlomba untuk mengukir prestasi setinggi-tingginya, bahkan berlomba untuk masuk ke perguruan tinggi bergengsi yang sebagian besar tujuannya adalah demi mendapat pekerjaan berpenghasilan tinggi di masa depan. Namun anak-anak desa yang aku kenal masih berpikiran bersih, mengikuti  kata hati mereka. 

Mereka hanya ingin bersekolah agar mereka berpendidikan dan berwawasan luas, setidaknya lebih dari pada kedua orang tua mereka yang kebanyakan hanya tahu sawah dan lading. Ironis? Memang sedikit terdengar seperti itu. Tapi tahukah kawan? Tujuan hidup mereka sungguh sederhana.



Ketika kebanyakan masyarakat kota saai ini ingin berkarir setinggi-tingginya bahkan berusaha keras agarkarirnya menyentuh dunia internasional, mereka yang berasal dari desa akan pergi ke kota mencari kerja hanya untuk kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak di masa depan, dan membeli sebidang tanah yang bisa dipergunakan untuk bertani dan berladang dikala senja nanti.

Setelah lunas menyelesaikan beban pekerjaan yang diemban, di usia senja mereka akan kembali ke desa tempat mereka dilahirkan. Berladang dan bertani. Hidup sederhana dengan udara segar yang bisa dihirup setiap pagi. Air yang sejuk yang dinikmati setiap saat. Menghabiskan masa senja dengan tenang dan damai untuk beribadah.

Jadi untuk kawanku yang memiliki banyak rencana luaar biasa, marilah belajar bersyukur dari orang desa. Untuk kawanku yang selalu mendambakan kemewahan marilah belajar sederhana dari orang desa. Untuk kawanku yang mengharapkan kekayaan di masa tua, marilah belajar mengabdikan akhir usia untuk Tuhan yang telah memberikan segalanya.


Yang terpenting dari semua hal adaalah prinsip hidup. Tanpa prinsip kita hanyalah nahkoda yang tak bisa mengendalikan kapal, terombang-ambing entah sampai kapan. Mungkin sampai karam dan tenggelam.